Wednesday, December 9, 2015

Proses Persalinan yang Tak Terlupakan

Hari itu tanggal 24 November 2015, merupakan hari pertama saya cuti panjang melahirkan selama 3 bulan. Adzan Shubuh membangunkan saya, seperti biasa saya selalu ke kamar kecil karena usia kehamilan yang semakin tua membuat saya rutin tiap 15-30 menit sekali ke kamar kecil. Betapa terkejutnya saya ketika saya melihat ada flek darah. Setengah panik, saya berlari kembali ke kamar dan memberitahu suami saya. Belakangan ini memang perut saya sering keram dan kencang dalam tempo 5-10 menit sekali. Rasanya sudah teratur. Saya tidak bisa memastikan apakah hal tersebut merupakan kontraksi, karena saya sendiri belum pernah merasakan kontraksi sebelumnya. Yang saya tahu, ketika keram datang selama 3 detik rasa perut kencang sekali dan nyeri seperti orang haid. 

Saya segera bertanya kepada Ibu saya melalui sms, kira2 apakah ini normal keluar flek di usia kehamilan 38 minggu. Saya juga langsung lempar pertanyaan ke grup emak-emak hamil dan menyusui di kantor. Mereka menyarankan saya untuk cek ke dokter kandungan, karena kemungkinan keluarnya flek adalah salah satu pertanda persalinan semakin dekat. Saya pun langsung googling sana sini, dan memang saya sempat baca salah satu tanda datangnya waktu persalinan adalah keluarnya darah. Baiklah, saya akan cek ke dokter kandungan pagi itu.

Namun sayang disayang, dokter kandungan saya dr. Teti, hari tersebut memang tidak jadwal praktik. Bahkan hari Rabu besok yang seharusnya beliau praktik, ternyata beliau mengajukan izin karena ada urusan. Otomatis hari ini (Selasa 24 November) dan besok (Rabu 25 November) tidak ada dr. Teti. Suami saya menelepon ke bagian pendaftaran dan ternyata yang praktik adalah dokter lain. Berhubung ini urgent, saya tidak masalah.  

Saya dan suami berangkat ke RS UIN pagi itu juga dan menemui dokter kandungan yang praktik. Sebenarnya baru Sabtu 21 November lalu saya kontrol, dan disuruh balik lagi nanti tanggal 2 Desember dengan harapan sudah ada perkembangan seperti kontraksi. Namun ternyata hari Selasa ini saya harus ke RS untuk cek lagi. Setelah diperiksa USG, ternyata dokternya bilang ini hanya hormon biasa, bukan tanda-tanda kelahiran. Bayi posisi sudah bawah, namun belum masuk jalan lahir. Saya juga sudah mengemukakan bahwa ini sering terjadi keram 5 menit sekali, bahkan untuk berjalan tadi pagi ke dalam RS saya sempat keram beberapa kali. Namun jawaban dokter menyatakan sepeti itu, tanpa cek dalam (maaf, cek organ dalam) pun tidak. Maka saya santai saja, balik pulang ke rumah dan suami berangkat kerja seperti biasa. 

Sore hari mendung-mendung romantis, tetiba saya ingin berjalan ke Indomaret depan rumah untuk beli cemilan. Itung-itung jalan-jalan, berhubung tadi pagi tidak jalan kaki pagi karena harus ke RS. Biasanya saya jalan pagi ke komplek sebelah sebelum berangkat ke kantor kurang lebih 30 menit. Jalan santai saja :D Ibu hamil yang mendekati waktu persalinan memang disarankan untuk banyak olah raga berjalan kaki. Nah, karena pagi tadi belum, gantinya sore saja. Saya berjalan kaki sendirian ke Indomaret dan khilaf beli makanan banyak yang ujung-ujungnya berat juga bawa barang belanjaan sambil jalan kaki dengan perut buncit hehehe. Jangan lupa, keram saya masih berlanjut tiap 10 menit sekali. Biasanya saat keram datang saya berdiam diri sebentar sambil atur nafas.

Malam hari menjelang Isya, suami saya pulang dan masih sempat bercanda, sepertinya perkiraan lahiran saya adalah tanggal 26 November hari Kamis. Karena dari hari Selasa, suami saya selalu berpikiran hari Kamiiiiiissss terus. *Agak nggak nyambung sih, tp namanya juga feeling Bapaknya* Ia juga sempat bercanda sambil mengusap perut saya dan berkata 'Ayooo dedek cepet lahir, mau ngeliat Bapaknya ndaaaa?' Saya tertawa saja.

Tengah malam, tepat tanggal 25 November 2015, di mana saat itu merupakan hari kelahiran suami saya, rasanya ingin sekali mengucapkan selamat hari lahir kepadanya pukul setengah satu pagi. Ia tertidur pulas di samping saya tanpa tega saya bangunkan. Terlebih lagi saya juga tidak kuat untuk membangunkannya. Rasa keram dan perut kencang rasanya berubah menjadi sakit yang luar biasa. Rasa sakit dari pinggang belakang mendorong menusuk hingga bagian depan perut. Rasanya mules. Jarak serangannya setiap 5 menit sekali, dan waktu sakitnya semakin lama hingga mencapai 9 detik. Yaa Allah.. Inikah yang dinamakan kontraksi?

Perasaan tenang saya sedari kemarin pagi berubah menjadi was-was. Setiap rasa keram menyerang saya hanya bisa beristighfar, posisi tidur saya akhir-akhir ini sudah menjadi setengah duduk diganjal bantal besar, belum lagi saya harus bolak balik ke kamar kecil. Karena posisi bayi makin ke bawah dan makin menekan kantung kemih. Saya sempat berpikir dalam hati, jika ini memang benar kontraksi dan saya akan melahirkan esok hari, maka anggap saja rasa sakit ini latihan sakit melahirkan. Saya mencoba memejamkan mata untuk tidur, walaupun sedikit-sedikit bangun tiap beberapa menit sekali. Hingga tak terasa sudah Shubuh. Saya membangunkan suami dengan kondisi mules luar biasa, saking tidak tahannya, saya akhirnya bilang kalau sepertinya saya merasakan kontraksi. Ia bergegas memanggil Mbak Wiwin, kakaknya, yang kebetulan memang sengaja menginap di rumah menjelang saya melahirkan.

Mbak Wiwin menyarankan untuk cek ke bidan dekat rumah (namanya Bidan Ana), untuk cek dalam, siapa tahu memang sudah ada pembukaan. Mbak Wiwin jg menelepon pihak RS UIN menanyakan apakah ada dokter kandungan yang standby, ternyata dr. Teti memang izin tidak praktik hari ini, dan dokter kandungan yang praktik baru ada pukul 8 pagi. Okelah, untuk sementara waktu saya ambil keputusan cek ke bidan dekat rumah dulu, biasanya jam 6 atau setengah 7 sudah buka.

Sambil menunggu pukul 6 pagi, suami saya membaca Al Qur'an dan saya mendengarkan. Kontraksi yang saya rasakan lebih cepat, temponya bisa 3 menit sekali. Sebelum saya terlupa, saya sempat mengucapkan selamat hari lahir untuk suami saya, dan sempat bilang, kalau dedeknya lahir hari ini, kembar ya tanggal lahirnya sama Bapaknya, tanggal 25 November..Kita jadi triple 25, karena hari lahir saya 25 Maret, hehehe.

Ketika hari mulai terang, sekitar pukul 6 pagi, saya bersama suami jalan kaki menuju bidan Ana praktik. Lokasi praktik beliau bisa ditempuh dengan berjalan kaki beberapa ratus meter. Saya memaksakan untuk berjalan kaki. Jika serangan kontraksi muncul, saya berhenti sejenak, menggenggam erat tangan suami saya, sambil suami saya menyemangati. Terkadang pegangan di tiang listrik saat nyeri sampe diliatin orang-orang dikira maen film india.  Hingga sampailah saya ke rumah praktik bidan Ana dengan setengah tergopoh karena menahan sakit. Mbak2 yang berjaga di frontdesk langsung menghampiri saya dan menanyakan apa keluhan saya ketika melihat saya setengah keringetan sambil menahan nyeri hehehe. "Sepertinya saya kontraksi mbak, bisa dicek?" Begitu mendengar jawaban saya, ia segera mempersilakan saya masuk dan menunggu bidan Ana datang untuk memeriksa. 

Tak lama, bidan Ana menuju ruang praktik dan memeriksa saat kontraksi datang. Bidan Ana bilang kontraksi saya sudah cukup baik dan stabil, dan sudah pembukaan 5. Apaaahhh?!? Pembukaan 5??! Saya sempat syok juga, kenapa sudah pembukaan 5, pantesan rasanya nggak karuan. Bidan Ana pun menanyakan saya ingin lahiran dimana? Saya bilang di RS UIN. Ia sempat memberi semangat, katanya "Ibu ke sini jalan kaki?? Hebat Ibu udah pembukaan 5 masih bisa jalan kaki ke sini. Kontraksi bagus, mudah2an lancar persalinannya"

Saya bersama suami bergegas pulang sembari mengabarkan orang rumah bahwa saya harus segera dibawa ke RS. Pulang ke rumah, suami ambil mobil terus jemput saya di tempat bidan? Enggak. Pulangnya kami berdua jalan kaki (lagi). Tak lupa disertai adegan pegangan tiang listrik (lagi). Super kilat mbak Wiwin menyiapkan bekal dan mengangkut perabotan RS yang sudah saya siapkan sebelumnya untuk persiapan kelahiran. Nggak sampai 10 menit perjalanan sudah sampai di RS, saya sempat disuruh sarapan bubur dan berjalan bolak balik koridor untuk melupakan sensasi kontraksi. Karena menurut saya rasa sakitnya justru lebih berkurang jika saya dalam kondisi berdiri bahkan berjalan ketimbang saya duduk apalagi tiduran. Tadinya saya malah disuruh menunggu di UGD, namun berhubung sedang ada tindakan, saya memutuskan untuk menunggu di lobi saja sambil berjalan-jalan. Karena saya kontrol kehamilan di RS UIN, keadaan dan suasana RS UIN sudah hafal di benak saya, sehingga saya merasa nyaman dan tidak canggung berkeliling, rasanya malah lebih tenang.

Pukul 7 lewat ketika administrasi sudah diurus oleh Mbak Wiwin dan Suami saya, saya pun diminta untuk naik ke ruang persalinan di lantai 4. Kursi roda disiapkan untuk mengangkut saya. Awalnya saya menolak, karena saya merasa masih kuat berjalan. Namun karena prosedurnya pasien persalinan harus diangkut pakai kursi roda, maka saya menurut saja. Untuk kali pertama saya merasakan naik kursi roda hehehe.

Masuk ruang persalinan saya masih setengah tidak percaya, sebentar lagi akan merasakan rasanya melahirkan. Rasanya campur aduk, apalagi ketika sudah direbahkan di tempat tidur bersalin. Bidannya bilang, dr Teti akan datang ketika saya sudah hampir pembukaan sempurna dan siap melahirkan. Saya cukup tenang, walaupun beliau sedang tidak praktik namun bersedia datang untuk membantu proses persalinan saya. Tanpa membuang waktu, mbak Wiwin memberikan saya teh manis hangat dicampur madu yang dibawa dari rumah, katanya untuk tenaga nanti melahirkan. Tak lama sarapan diantar ke ruangan, dan saya diminta untuk makan. Weew ini kayak ga berasa mau lahiran hihi.

Jarum suntik disiapkan untuk saya, sebelumnya saya dicek tensi dulu, kemudian cek Hb dan cek golongan darah, karena saya nggak punya kartu golongan darah. Alhamdulillah semua normal, dan saya dipersiapkan untuk persalinan normal jika tidak ada penghalang. Jarum lainnya dipersiapkan untuk infus di tangan saya. Biasanya saya takut sama jarum suntik, tapi kali itu rasanya sudah kebal. Demi kamu naaak... Untuk kali pertama juga sehmur hidup saya merasakan tangan dipersiapkan untuk infusan. Belum pernah ngerasain diinfus sebelumnya.

Bidannya bilang akan cek setiap satu jam sekali apakah pembukaannya bertambah. Pembukaan makin bertambah hingga pembukaan 8. Benar kata Bu Bidan, makin tinggi pembukaan, makin nggak karuan rasanya. Namun saya berusaha menahan dan banyak-banyak istirghfar serta melafazkan Laa Hawla Wala Quwwata Illabillah.. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah. Rasanya udah super pasrah, bagaimana tidak, persalinan memang perjuangan hidup dan mati bukan? Suami saya menemani sedari awal di samping saya sambil menyemangati 'Amanya dedek tarik nafas buang nafas, istighfar, bisa lahir normal yaaah..' 

Dari awal saya masuk ruang persalinan memang saya termasuk pasien yang anteng. Padahal di ruang persalinan tersebut kosong, bisa saja saya teriak-teriak. Namun saat kontraksi datang, saya tidak teriak2 seperti pasien kebanyakan. Saya lebih banyak mengatur nafas dan menyimpan energi untuk proses persalinan nanti. Bidannya sampe bilang "Ibu anteng ya kalau kontraksi, saya baru September lalu lahiran, baru pembukaan 6 udah berisik. Pasien lain juga biasanya heboh teriak2." Saya senyum aja dalam hati, anteng sih, tapi tetep aja nahan sakit cyiiiin...

Sampai pembukaan 8, ketika bidan cek lagi ternyata masih pembukaan 8 padahal seharusnya sudah naik ke pembukaan 9. Rasanya sudah nggak karuan, makin saya tahan sakitnya, ternyata berakibat secara tidak sadar saya mengejan. Duh padahal niat ngeden juga enggak. Bidannya bilang, kalau saya seperti itu terus dinding rahim akan semakin menebal dan menghalangi jalan lahir. Terus aku kudu piye?? Katanya sih 'atur nafas saja dan pasrah, kalau sakit jangan ditahan tapi dilepas saja'. Walaupun pada akhirnya saya juga nggak paham itu maksud Bidannya seperti apa?

Tidak lama kemudian dr Teti datang pukul 11 kurang, saya legaaaa.. saya bisa dibantu persalinannya oleh beliau. Sampai setengah jam ditunggu tidak naik juga ke pembukaan 9, akhirnya diputuskan untuk induksi. Hah gimana pula itu induksi?? Setahu saya dari cerita rekan2 yang merasakan induksi itu sakit luar biasa, sampai ada yang bilang nggak kuat diinduksi. Kebayang kaya apa diinduksi. Ternyata, caranya dengan menyuntikkan cairan ke tempat infus punggung tangan saya. Selang beberapa detik saya merasakan kontraksi yang luar biasa, tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Mulessss.

Teryata reaksi induksi super tokcer, belum 3 menit ternyata sudah mencapai pembukaan sempurna. Saya pun dipersiapkan posisi melahirkan. Rasanya nano nano, apalagi saya belum pernah sama sekali senam hamil, belom sempet cyiiin, gimana atur nafas saat mengejan juga nggak tahu. Kacaauuu.. Saya berdoa terus supaya dipermudah. Suami saya masih terus menemani di samping saya dan terus berdoa untuk keselamatan saya dan buah hati kami.

'Bu, sekarang sudah boleh mengejan ya!' Tanpa komando dari pemimpin upacara, rasanya lega banget setelah menahan supaya gak mengejan saat kontraksi. Ibarat dari lampu merah ganti ke lampu hijau, tancap gassss!!! Tapi eh tapiii.. Berhubung saya belom pernah melahirkan apalagi ngeden-ngeden, ternyata kekuatan mengejan saya kurang pas percobaan pertama. Kata Bidan 'Ibu, dua kali ambil napas panjang terus hembusin!! Tadi katanya mules.. udah sekarang aja bu keluarin!!' Saya pun mencoba apa yang diinstruksikan bidan.  Tapi bidannya malah bilang 'Ibuuu.. Yang kuat dong ngedennya, kalo yang barusan mah bukan kaya lagi mau ngeluarin bayi!' Lah emang, tadi kan mules katanya suruh keluarin, ternyata kurang oke ya :S Percobaan pertama failed.

Akhirnya sekuat tenaga saya usahakan mengejan hingga terasa ada balon yang keluar dan langsung pecah menyembur berisi air keluar semua, katanya itu air ketuban. Kabar tidak mengenakan ternyata air ketuban saya sudah berwarna hijau, yang artinya air ketuban saya bercampur dengan pup bayi. Kata dr Teti, bayi saya di dalam sana sudah stress, mungkin kebanyakan kontraksi mau keluar. 'Ayo bu, segera dikeluarkan, kalau nggak kasihan bayinya bisa keracunan di dalam' Mendengar hal tersebut, saya coba lagi, tak sampai 5 menit, lahirlah bayi mungil saya ditandai dengan teriakan tangisan bayi. 

Rasanya lega dan bersyukur luar biasa, nggak nyangka bisa melewati ini semua. Suami saya yang menyaksikan proses persalinan saya dari awal juga sampai speechless. Saat bayi sudah keluar, proses pengeluaran ari-ari bayi, plasenta dan lain-lain menjadi hambar dan mati rasa. Apalagi adegan jahit menjahit yang awalnya saya cukup ngeri membayangkannya di akhir-akhir kehamilan sampe sering ke bawa mimpi. Bukan rasa sakit yang berarti, hambar, udah nggak mikirin. Ketika proses menjahit memang berbarengan dengan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) bayi diletakan skin to skin ke badan Ibu, maka saat itu saya hanya fokus memandangi bayi saya tanpa kepikiran lagi nyerinya jarum jahit. 

Rasa syukur tidak terhingga ketika bayi kami lahir, Suami saya langsung mengadzani si kecil. Beruntungnya punya suami yang super siaga, bahkan ia bersedia menemani istrinya disaat-saat beratnya melahirkan. Mungkin di luar sana banyak juga calon-calon Bapak yang takut menyaksikan proses melahirkan istrinya. Namun Suami saya tidak. Saya justru senang ia mau menyaksikan, karena suatu saat ia harus ingat, bagaimana perjuangan istrinya melawan sakit melahirkan seorang anak ke dunia :D 

Saya pun berterima kasih untuk diri saya sendiri karena berhasil terus tenang sampai akhir proses persalinan. Bagaimana tidak, banyak Ibu-ibu yang sudah panik duluan ketika mulai kontraksi, yang ada malah tekanan darah naik dan berbahaya untuk proses persalinan normal. Saran saya banyak-banyak dzikir dan simpan tenaga. Tak lupa juga senantiasa berpositif thinking bahwa kita bisa melahirkan melalui proses normal dengan izin Allah. Karena Allah sesuai dengan prasangka Hamba-Nya bukan?

Alhamdulillah puji syukur atas rahmat dan karunia dari Allah persalinan saya dimudahkan, keluarga besar saya banyak membantu. Hingga lahirlah buah hati kami, bertepatan dengan hari kelahiran Suami saya, 25 November 2015. Saya memang tidak menyiapkan kado apa-apa untuk tahun ini, semoga kehadiran buah hati kami menjadi kado indah yang tidak terlupakan, Aamiin Yaa Robbal'alamiin.

Nama : Shin Umar Abqary
Berat : 2.5 kg
Panjang : 46 cm
Usia Kehamilan : 38 weeks
Tanggal : 25 November 2015
Pukul : 11.12 siang
Dokter Kandungan : dr. Teti Ernawati
RS UIN Syarif Hidayatullah
Proses Persalinan : Spontan/Normal

8 comments:

  1. Halo mba selamat atas kelahiran buah hatinya. Boleh info berapa total biaya melahirkan di RS UIN? Trims

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mba, terima kasih :)
      Waktu saya melahirkan untuk persalinan normal (kamar inap VIP 1 1/2 hari 650rb/malam), induksi 1,5jt, totalnya sekitar 5.3jt mbak

      Delete
  3. Hai mbak. Saya juga lahiran sm dr teti. Sama banget proses di kamar persalinannya. Pas pembukaan terakhir ketuban pecah. Tapi bayinya masuk inkubator dulu. Karna ketuban ijo kali ya. Biaya waku maret 2014 ruang kelas 1 abis 4,9juta.

    ReplyDelete
  4. Assalamualaikum mbak noni, saya hani..

    Baru berencana mau pindah dokter dan rs (karena yg sekarang kejauhan) dan pindah ke rs uin.. mbak, di rs uin dokter dan susternya pelayanannya baik kah? Atau galak2? Makasih ya mba ☺☺

    ReplyDelete
  5. Assalamualaikum mbak noni, saya hani..

    Baru berencana mau pindah dokter dan rs (karena yg sekarang kejauhan) dan pindah ke rs uin.. mbak, di rs uin dokter dan susternya pelayanannya baik kah? Atau galak2? Makasih ya mba ☺☺

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikumsalam. Halo Mbak Hani. Kalau suster random sih mbak ada yg flat tp bnyk jg yg ramahhh.. Alhamdulillah pas lahiran saya dpt bidan2 dan suster yg ramah bgt, sampe afal saya muka2nya hehehhe.. kalo dokter tety baiiikkk pro normal banget, tp kurang informatif jd mesti kita yg banyak nanya kalau mau info banyak. Terus antriannya juga buanyak mbakk.. suka ngaret. Misal jam praktek pukul 1 tp nanti baru mulai pukul 2 siang. saya biasanya ambil antrian tuh sebelum jam praktik pagi2. abis itu saya pulang ke rumah. Pas sudah waktunya praktik, saya telepon buat pastiin sudah mulai praktik belum, dokternya sudah ada belum, sudah antrian nomer berapa? Baruuu deh berangkat ke RS kl nomornya udh deket dgn nomor antrian saya. Soalnya pegeeel juga kl nunggu di RS kelamaan.. hehhee.

      Demikian semoga membantu, sehat2 ya bumil ;)

      Delete
  6. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete