Wednesday, June 29, 2016

Istri di rumah saja

“Ayah, aku mau kerja!”

“Jangan, lah. Kamu di rumah saja. Istri itu di rumah tugasnya :)”

“Itu, tetangga kita, dia kerja!”

“Hehe …, dia itu guru, sayaang. Dia dibutuhkan banyak orang. Yang membutuhkan kamu tidak banyak. Hanya Ayah dan anak kita. Di rumah saja, ya.”

“Itu…, tetangga kita yang satunya, yang sekarang sudah pindah ke kampung sebelah, aku lihat dia kerja. Bukan guru. Tidak dibutuhkan banyak orang.”

“Nanti, tunggu Ayah meninggal dunia.”

“Apa-apaan sih?”

“Dia itu janda, sayaaaang. Suaminya meninggal satu setengah bulan yang lalu. Makanya dia kerja.”

“Tapi kebutuhan kita makin banyak, Ayah”

“Kan Ayah masih kerja, Ayah masih sehat, Ayah masih kuat. Akan Ayah usahakan, InsyaAllah.”

“Iya, aku tahu. Tapi penghasilan Ayah untuk saat ini tidaklah cukup.”

“Bukannya tidak cukup, tapi belum lebih. Mengapa Ayah bilang begitu? Karena Allah pasti mencukupi. Lagi pula, kalau kamu kerja siapa yang jaga anak kita?”

“Kan ada Ibu! Pasti beliau tidak akan keberatan. Malah dengan sangat senang hati.”

“Istri Ayah yang Ayah cintai, dari perut sampai lahir, sampai sebelum Ayah bisa mengerjakan pekerjaan Ayah sendiri, segalanya menggunakan tenaga Ibu. Ayah belum ada pemberian yang sebanding dengan itu semua. Sedikit pun belum terbalas jasanya. Dan Ayah yakin itu tak akan bisa. Setelah itu semua, apakah sekarang Ayah akan meminta Ibu untuk mengurus anak Ayah juga?”

“Bukan Ibumu, tapi Ibuku, Ayah?”

“Apa bedanya? Mereka berdua sama, Ibu kita. Mereka memang tidak akan keberatan. Tapi kita, kita ini akan jadi anak yang tegaan. Seolah-olah, kita ini tidak punya perasaan.”

“Jadi, kita harus bagaimana?”

“Istriku, takut tidak tercukupi akan rezeki adalah penghinaan kepada Allah. Jangan khawatir! Mintalah pada-Nya. Atau begini saja, Ayah ada ide! Tapi Ayah mau tanya dulu.”

“Apa, Ayah?”

“Apa alasan paling mendasar, yang membuat kamu ingin bekerja?”

“Ya untuk memperbaiki perekonomian kita, Ayah. Aku ingin membantumu dalam penghasilan. Untuk kita, keluarga kita.”

“Kalau memang begitu, kita buka usaha kecil saja di rumah. Misal sarapan pagi. Bubur ayam misalnya? Atau, bisnis online saja. Kamu yang jalani. Bagaimana? anak terurus, rumah terurus, Ayah terlayani, uang masuk terus, InsyaAllah. Keren, kan?”

“Suamiku sayang, aku tidak pandai berbisnis, tidak bisa jualan. Aku ini karyawati. Bakatku di sana. Aku harus keluar kalau ingin menambah penghasilan.”

“Tidak harus keluar. Tenang, masih ada solusi!”

“Apa?”

“Bukankah ada yang lima waktu? Bukankah ada Tahajud? Bukankah ada Dhuha? Bukankah ada sedekah? Bukankah ada puasa? Bukankah ada amalan-amalan lainnya? Allah itu Maha Kaya. Minta saja pada-Nya.”

“Iya, Ayah, aku tahu. Tapi itu semua harus ada ikhtiar nyata.”

“Kita ini partner, sayang. Ayahlah pelaksana ikhtiarnya. Tugas kamu cukup itu. InsyaAllah jika menurut Allah baik, menurut-Nya kita pantas, kehidupan kita pasti akan berubah.”

“Tapi, Ayah?!”

“Ayah tanya lagi…, kamu ingin kita hidup kaya, apa berkah?”

“Aku ingin kita hidup kaya dan berkah.”

“Kalau begitu lakukan amalan-amalan tadi. InsyaAllah kaya dan berkah.”

“Kalau tidak kaya?”

“Kan masih berkah? Dan…, tahu apa yang terjadi padamu jika tetap istiqomah dengan itu?”

“Apa, Ayah?

“Pilihlah pintu surga yang mana saja yang kamu suka. Dan kamu, menjadi sebenar-benarnya perhiasan dunia.”

***

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang wanita (istri) itu telah melakukan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya dan mentaati perintah suaminya, maka ia diundang di akhirat supaya masuk surga berdasarkan pintunya mana yang ia suka (sesuai pilihannya),” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani).

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah” [H.R. Muslim]

Source : LINE Post

Monday, June 20, 2016

Sahabat Sepanjang Masa

Waktu sama SMA saya memiliki sahabat dekat, sebut saja Putro/Puput (panggilan di sekolah sih Budi) dan Avi atau Ampi )ini cewe yaaah). Kami dekat karena berada dalam satu kelas yang sama, organisasi yang sama, dan mungkin jalan pikiran dan kekonyolan yang sama. Kami berada dalam kelas XI Alam 5, entah ide dari mana ditunjuklah secara aklamasi Putro sebagai Ketua Kelas, saya sebagai Sekretaris dan Ampi Bendahara (atau Sekretaris 2 kok saya jadi lupaaa πŸ˜‚). Kelas dipimpin oleh orang-orang macam kami ditengarai hasilnya akan zuper sekaliiih. Kami juga berada dalam satu organisasi yang sama, Rohani Islam atau biasa disihgkat Rohis. Namun jangan salah sangka, di sana kami malah jadi tim hore lebih ke arah rusuh ketimbang kalem khas Aktivis Dakwah Sekolah (ADS)

Bagaimana tidak, kalau ada yang ngomong bijak dikit kami spontan bilang "Cieeeee.." Saya dan Ampi kalau ngomong udah kayak toa upacara, kuenceng abis, dan Putro ga beda jauh.  Rapat (atau biasa kami menyebutnya Syuro) selalu kacau kalau ada kami. Tapi terkadang juga karena ide konyol kami yang spontan malah sering jadi solusi dan alternatif solusi dalam setiap rapat (pede gilaaaaakkk). Bukan hanya itu, kami malah suka cekikikan kalau rapat tanpa hijab (pembatas laki laki dan perempuan). Kalau ada hijab terus diem? Enggak juga, saya dan Ampi malah suka iseng ngintip dari balik hijab.

Pernah suatu ketika juga, another awkward Syuro, saya lupa itu rapat acara apa, biasanya kami rapat di Masjid sekolah, namun ini dilakukan di dalam kelas seusai jam pelajaran sekolah. Yess ga ada hijab penutup berarti. Hanya terpisah tempat duduk saja, baris kiri untuk laki laki dan kanan untuk perempuan. Dan tebak kami bertiga di sebelah mana? Belakang? Iya, di belakang, tapi posisinya di meja tengah. Gak sebaris sama ikhwan ga sebaris sama akhwat. Rekan-rekan satu angkatan kami untungnya sih asik semua, jadi udah paham juga kelakuan kami.

Syuro makin panjang, akhirnya Putro keluar kelas, saya dan Ampi pun menyusul. Ngapain? Ngaji di luar kelas? Bukan.. Kami malah maen kejar-kejaran di koridor sambil lempar-lemparan sepatu. Ketauan Ketua Rohis langsung di sidang kali nih πŸ˜‚ Ahh tapi nggak juga, Senior kami baik ikhwan dan akhwat sudah angkat tangan dan mahfum atas kelakuan dan pertemanan kami bertiga. Jadi mereka sudah biasa juga.

Kami sering berkegiatan Rohis bareng terutama kepaniatiaan. Terlebih jaman kelas 2 merupakan jamannya menjadi pengurus bukan. Salah satu moment kepanitiaan yang tidak saya lupakan sampai sekarang, yakni acara di sekolah, kalau tidak salah dalam rangka memperingati Maulid Nabi. Rohis akan mengadakan acara dengan panggung di lapangan basket, tim pengisi acara, dekorasi dan semuanya dihandle oleh Rohis. Saya kebagian dekorasi, jaman dulu jadul abis, beneran manual hias pakai styrofoam dan karton warna warni untuk membentuk tulisan dan hiasan. H-1 sebelum acara, para ikhwan sepakat untuk menginap mempersiapkan panggung dan dekorasi. Saya dan Ampi ikut membantu, bedanya akhwat yang lain selesai sampai sore, tapi kami? Lanjut sampe nginep di sekolah πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Rumah Ampi sangat dekat dari sekolah, hanya perlu jalan kaki beberapa ratus meter saja. Karena mudah dijangkau jadi kalau ada perlu apa-apa pasti ke rumah Ampi, termasuk numpang mandi dan kalau ada acara sekolah saya suka menginap di rumah Ampi. Nah, demikian halnya dengan acara Maulid Nabi tersebut. Ampi dan saya pulang ke rumah untuk berganti pakaian, kemudian kembali lagi ke sekolah selepas maghrib untuk membantu dekorasi. Kami tidak hanya berdua tapi banyak juga rekan-rekan ikhwan yang membantu, mereka memang akan menginap (di panggung?), termasuk juga ada Putro di sana.

Kami mulai dekor di atas panggung, dari semangat sampai lelah karena jatoh terus tempelannya, emang masih amatir, pluss lapar sudah malem tapi belum juga makan malam. Alhasil kami istirahat di atas panggung sambil duduk duduk bahkan gegoleran sambil main game plus bercanda. Tak lama rekan kami nyeletuk, hampir tengah malam, "nyari nasi goreng yuk!!" Sontak setuju semua, saya dan Ampi juga mau ikutan beliiii.. Tapi ga boleh ke luar sekolah sama rekan-rekan ikhwan, katanya bahaya, jadilah kami menunggu itu nasgor dianter sama ikhwan-ikhwan. Iiikkhh so sweet bgt baru kali ini, biasanya kelakuan koplak semua, ternyata mereka bisa sweet juga. Bukan apa-apa, area Bulungan kalau sudah tengah malem suka banyak bencis katanya keliling. Serem khan.

Setelah makan kenyang, kami menyerahkan piring kosong untuk diantar lagi sama ikhwan-ikhwan ke abang nasgor di depan gerbang. Enaknyaaa. Perut kenyang jadi ngantuk, biar ga ngantuk malah ngobrol. Seringnya sih bercanda, karena malam itu juga rekan-rekan ikhwan termasuk Putro akan tampil sebagai tim Nasyid Ala-ala yang akan membawakan sebuah lagu di panggung esok hari. Saya lupa judulnya apa. Yang jelas kami ga berhenti tertawa menyaksikan mereka latihan semalaman. Kami memang berencana untuk begadang di sekolah jadi sengaja tidak pulang ke rumah Ampi. Niat abiiss.. Menjelang Shubuh beberapa ikhwan banyak yang terkapar di sepanjang panggung karena lelah, saya dan Ampi juga udh setengah teler abis. Selepas Shubuh kami berdua pulang ke rumah Ampi, untuk mandi dan bersiap ganti seragam sekolah. Bagaimana dengan ikhwan-ikhwan tadi? Mereka sih pada mandi di sekolah. 

Pada saat acara ceramah maulid, ramai sekali murid yang ikut, saya dan Ampi berasa zombie ngantuk abis, dan memilih duduk di belakang, luar barisan jamaah. Sesekali tertidur sambil duduk. Pas ditanya temen akhwat satu angkatan, gimana kemarin? Kami bilang, kami berdua begadang semalem di sekolah. Hapaahh??? Mereka kaget dan kami cuma cengengesan. Yang penting suksess acaranya, kemudian kami lanjut tidur di pojokan. Aaahhhh~ Oiya, bagaimana dengan Putro, dia dan ikhwan ikhwan tampil jadi Tim Nasyid ala-ala yang semalem sudah saya lihat latihannya itu. 

Saya bertiga sering belajar kelompok bareng, base camp kami di rumah Ampi. Biasanya kalau mau ujian, pulang sekolah saya dan Putro mampir ke rumah Ampi buat belajar bareng. Ibu (ibunya Ampi) biasanya menyediakan cemilan super banyak, harusnya buat nemenin belajar, ehh emang dasar kita bertiga gengges banget, itu cemilan dipake untuk nemenin kita ngobrol, malah kadang buat nemenin kita nonton pilem sambil tidur-tiduran. Ya Salaaamm.. Dan Ibu tiba2 teriak dari kamar sebelah, "Heeehhh pada belajar! Jangan ngobrol melulu, Avii..Nonii..Budiii" dengan suara khas Guru (maklum Ibunya Ampi memang seorang Guru). Sekarang kalo diinget-inget jadi kangen diocehin sama Ibu kalau kita lagi pada ngobrol bukannya belajar.

Kami berbagi sesuai bidang masing-masing yang kami minati dan kuasai. Kalau Matematika, Putro yang ngajarin. Biologi saya, sedangkan Kimia Ampi. Sisanya pasrah pada Ilahi, ga ada yang ngajarin soalnnya. Hehe. Saking kami sering bareng, kami membuat nama NBA70 dengan logo bola basket, dengan singkatan Noni-Budi-Avi-SMA70 atau IPA70 singkatan Iyun-Puput-Ampi-SMA70. Hehehhe. Bahkan kami punya hari jadi NBA70 lho, tanggal 28 Oktober 2005. Memang ada yang spesial tanggal tersebut? Buat kami sih ga ada kejadian spesial tahun itu, tapi tanggal 28 Oktober 1928 ada Sumpah Pemuda, dan itu bersejarah. Ga ada hubungannya sama kami sih, tapi karena kami pemuda supaya semangat juang, makanya kami ambil tanggal itu. Barangkali muncul di ujian, kami sudah hafal (ya kaliiii).

Bukan cuma di sekolah, kami juga suka main bareng ke tempat lainnya. Ragunan misalnya (kaya ga ada tempat lain), satu lagi yang saya ingat ke Planetarium. Moment kocak kami bertiga yang sulit dilupakan. Pasalnya tanggal 17 Juli 2005, selepas kami bertiga selesai menonton bintang di Planetarium, Putro berniat untuk menyatakan perasannya ke saya. Dan bodoh bin super sekaliih, sebelum pulang kita shalat Ashar, Putro menitipkan HPnya kepada saya. Entah kepencet apa, tiba-tiba muncul aplikasi notes yang setelah saya baca sekilas.... ternyata isinya teks pernyataan perasaan yang nantinya akan disampaikan ke saya. Buseeeett.. Udah kayak teks proklamasi kemerdekaan segala ditulis di notes. 

Panik baca sesuatu yang seharusnya ga saya lihat, buru-buru saya balikin. Pas pulang menunggu angkutan umum, Putro bilang siiis persisss kayak di notes yang saya sempat baca. Pengen ngakak tapi ga bisa malah sebaliknya. Kalau sekarang diingat-ingat aneh bin ajaib. Belum lagi, momen kelas 3 kami berpisah kelas. Agak berjauhan. Ampi IPA 2, saya IPA 4 dan Putro IPA 7. Kami sempat vakum bareng karena salah paham, namun bisa diselesaikan, namanya juga sahabatan ada aja asem garemnya. Sampai momen BTA70 (Bimbingan Terpadu Alumni) dan aktivitas belajar yang super pusying demi tercapainya impian kami bertiga untuk bisa kuliah di Universitas Indonesia.

Setelah jungkir balik baca buku sana sini, awut-awutan ngerjain soal ini itu, mata bengkak karena nonton dorama Jepang (kirain karena begadang belajar? Yeee bukan, capek ah belajar mulu). Akhirnya sampailah pengumuman SPMB kami bertiga Alhamdulillah lolos UI. Saya masuk Fakultas Hukum, Ampi masuk Fakultas Ilmu Budaya jurusan Sastra Indonesia, dan Putro masuk Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Matematika. Sujud syukur seneng banget kami bertiga lolos semua.

Persahabatan kami belanjut sampai akhirnya jeng jeng saya dan Putro baru bilang kalau saya dan Putro saling tertarik. Ngoceh lah Ampi kenapa baru bilang saat itu (lupa tahun berapa kayaknya sih 2008), padahal kejadiannya sudah tahun 2005 yang lalu. Ampi sih sudah tahu, tapi menunggu kami yang menyampaikan. Hihi maaf ya Ampi, dulu rasanya banyak sekali pertimbangan yang kami berdua pikirkan. Untungnya Ampi toh ga masalah. 

Saat kuliah, saya bertiga juga sempat jalan-jalan ke luar kota, adalah sebuah misi saat itu. Kalau diingat, mungkin jadi kenangan seru. Namun selebihnya kami komunikasi hanya via chat, jarang kesana kemari bareng, tinggal saya dan Putro saja. Namun demikian, bukan berarti selesai, sampai sekarang masih dekat kok. Mereka berdua sahabat sepanjang masa yang saya miliki sampai kapan pun.

Sekarang, sahabat saya yg bernama Putro tadi sudah menjadi suami saya dan Bapak dari anak kami. Setelah proses panjang penuh drama suka duka dan ujian, akhirnya kami berdua ditakdirkan menikah. Acara pernikahan saya sangat banyak dibantu oleh Ampi, sungguh tertolong sekali. Nggak sabar rasanya saya dan Putro membantu acara pernikahan Ampi kelak. Soon. Kami tunggu yah mpi 😘

Dua orang di atas saksi perjalanan hidup saya, saksi perubahan saya dari ABG menjadi sosok yang lebih dewasa, mereka berdua yang jauh mengenal saya, kisah hidup dan kisah kasih saya, semua. Tanpa mereka saya bukanlah saya yang sekarang mengetik semua ini. Terima kasih, sahabat sepanjang masa. *lap ingus *taro mic *nyari waslap umar sebelum nangis *berasa abis pidato award.

-Noni Halimi-

Merindu Kumo

Iseng lihat-lihat album jadul, eehh tiba-tiba inget jaman dulu bareng Apak suka jalan-jalan naik motor. Kenapa naik motor? Soalnya dulu cuma punya motor belom punya mobil πŸ˜‚. Mau naik angkutan umum tapi Apaknya nggak betah kalo gerah keringetan, alhasil jalan-jalan naik angkutan umum bareng Apak bisa dihitung pakai jari. Paling mentok naik Busway, Kereta, Bus Kota dan Angkot. 

Duluuuu sekali (tsahelah ceritanya udah jadul banget banget), waktu saya dan Apak masih berseragam putih abu-abu kelas 2 SMA sekitar awal tahun 2005, Apak punya sebuah sepeda motor ala anak gahul sebutlah Kawasaki Ninja warna Hitam. Kami berdua memberi nama Kumo (Kuro Motor). Kuro dalam bahasa Jepang artinya Hitam. Jadi, motor hitam. Haha namanya ga kreatif abisss..

Namun berhubung kami bersekolah di sekolah yang senioritasnya agak ehemmm.. masih berstatus kelas 2, belum bisa sembarangan bawa kendaraan sendiri (iya segitunya..). Jadilah suka ngumpet-ngumpet bawanya. Apalagi kalau pakai motor segede gitu untuk ukuran anak SMA, belum banyak juga yang punya. Tapi menjelang kenaikan kelas 3, barulah Apak suka seenak jidat parkir di dalam sekolah, karena senior kelas 3 sudah mau lulus hehehe. Terlebih Apak ikutan Rohis dan parkirnya di parkiran Masjid Sekolah, jadi aman ga bakal ditindas.

Kumo yang menemani kami berdua ke berbagai tempat, entah sekedar mengantar saya pulang ke rumah, dari Blok M ke Lenteng Agung, terus muter-muter dengan jalur pulang yang berbeda-beda supaya ada pengalaman baru, supaya lebih lama juga sampenya (dasar anak muda, huuuuuuhh). Atau berpergian hari libur dengan budget minimalis ala anak sekolahan, entah cuma nonton, makan, ke Kota Tua, Monas, Taman Mini, Wisata gratisan keliling museum-museum, ke Planetarium dan masih banyak lagi yang susah disebutin satu per satu saking buanyaknya dan kebanyakan iseng. Kadang juga bepergian dengan budget agak berisi (pasti abis dapet uang jajan bulanan), atau abis ngebongkar celengan gentong plastik warna warni di lemari (Iya, sampe SMA saya masih suka nabung di celengan macem itu, dan kalau sudah penuh girangnya luar biasa. Langsung ambil pisau dipanaskan di api, terus digunakan untuk membuka celengan. Plastik mudah meleleh kena pisau panas, kadang dengan bodohnya mengenai isi uangnya, agak-agak gosong dikit πŸ˜‚πŸ˜‚) Isinya beragam dari 50rb sampai 2rb perak loh dimasukin juga saking pengen cepet-cepet penuh. 

Kemana biasanya kalau dapet budget berisi dikit? Pernah ke Ancol pakai motor, kuliner ke Bogor, bahkan yaaa kami pernah sampai Taman Safari pakai motor dari Jakarta Selatan loh. Iihh ga kebanyang kuat amat yak, kalo dipikir-pikir sekarang, mau pergi ke tempat jauh macem begitu pakai motor udah encok duluan kali. Naik mobil aja pegel πŸ˜‚ 

Bukan cuma itu, Kumo juga selalu nemenin kalau pas belajar kelompok ke rumah Ampi. Sahabat kami yg satu itu tinggal di Hang Jebat, jalan kaki dari sekolahan, jadi kami anggap base camp πŸ˜‚. Kumo saksi perjalanan kisah kami, ya seneng ya berantem ya dramaaaah kumbara di jalan raya. Haaaahh lagi lagi anak muda. Cekikikan di motor, ketawa di motor, berantem di motor, nangis di motor, baikan di motor, makan cemilan di motor, malah makan yang agak berat juga pernah di motor, kehujanan basah kuyup juga di motor, ngebut juga di motor. 

Sampai hal-hal konyol yang kami pernah lakukan. Kala itu kami super ga suka banget pakai jas hujan. Emang anak muda sotoy, udah tau pakai motor, musim ujan eh ga punya jas ujan. Sore hari pulang nonton kebetulan hujan agak rintik. Saya ingin segera pulang, jadilah kami menerobos gerimis. Cek isi tas ga ada jaket lagi, adanya sarung. Kata Apak, pakai sarung aja buat nutupin badan, tapi ga saya lakukan karena hanya gerimis. Ehhh ga lama hujannya deres sederes-deresnya. Daaanggg.. Gimana nih,, mau berenti tapi ga ada tempat neduh, akhirnya bablas aja, saya buka sarungnya buat kerukupan di belakang. Macem orang bener aja, kerukupan pakai sarung ujan-ujanan ya nggak ngaruh laaah, basah kuyup juga. Kadung basah, pikir saya. Ya sudah. Paling diliatin orang di jalan ada yang pakai sarung ujan-ujanan di motor πŸ˜‚πŸ˜‚. Beberapa hari setelahnya, kami patungan beli jas hujan bareng (gitu kek dari kemaren-kemaren).

Bukan cuma itu, kalau sekolah, Apak ga biasa bawa 2 helm. Berhubung kami backstreet juga khaaaan di sekolah. Alhasil ya tiap nganter pulang ga pernah pakai helm. Aman sih, area jalan pulang dari Blok M ke rumah ga ada polisi mangkal. Tapi masalahnya, kadang kalau kami lagi iseng muter-muter jalanan tuh, eeh ada aja polisi mangkal mau nilang. Kami pernah kena tilang 1 kali karena saya tidak pakai helm. Mana terlalu mencolok Kumo segede gambreng, eh penumpang belakang ga pake helm. Kalau pake motor bebek mungkin ga ditilang kali :p. Satu kali lagi pernah hampir kena, tapi dari arah seberang ada pengendara motor yang meneriaki kami, "Puter baliiiik ada polisi gendut!!!" Apaahh??! Ga berapa lama lewat belokan, beneran ada polisi mangkal, sengaja abis belokan dia mangkal, biar ga keliatan sama orang. Pas liat ada polisi kami langsung puter baliiiik cussss πŸ˜‚πŸ˜‚

Tapi kejadian ini ga berlangsung lama kok, karena tak lama setelahnya ada pameran PRJ Kemayoran, Apaknya beliin sepasang helm, hitam buat Apak, putih buat saya. Sebelumnya Apak sudah punya helm gratisan dari Kawasakinya sih, tp dia ikutan ganti supaya kembar sama saya. Mana pake duit hasil part time ngajar les privat hihi. Alhamdulillah punya helm, jadi ga akan kena tilang lagi karena ga pake helm deh πŸ˜‚. Banyak suka duka bareng Kumo sampai akhirnya tahun 2007, Kumo dicuri sama orang. Allah kasih cobaan, bye bye Kumo deh 😒

Tidak selang berapa lama, muncul New Kumo, Honda CBR di tahun yang sama 2007. Kami kasih namanya juga Kumo, karena motornya mirip dengan yang lama, sama gedenya, hitam juga. Bersama New Kumo kami juga banyak suka duka, walaupun ga sesering dengan Kumo, tapi New Kumo tetap punya cerita. Sampai di penghujung tahun 2007, terjadi insiden yang akhirnya New Kumo pensiun. Termasuk juga pengendaranya alias Apak nggak mau pakai motor gede, hingga beralihlah ke motor bebek hingga hari ini, apalagi kalau bukan si Revo KuningπŸ˜†

Thank you for a thousand good memories, for a thousand kilometers journey, up and downs relationship feeling. Thank you Kumo and New Kumo, both of you are perfect partner anyway. We love you both ❤️❤️

Keliling UI (lagi)

Sabtu tgl 11 Juni yang lalu, saya kebetulan ada keperluan berbelanja dengan suami. Umar? Di rumah dulu ya nak, panas banget di luar nih πŸ˜†πŸ˜ Kami berbelanja kilat di Carefour Depok dan mengejar Shalat Dzuhur di Masjid. Ketika di kasir, suami saya menanyakan :

πŸ‘³πŸ» : Shalat di mana mah? Kita ngejar Dzuhur dulu yah.
πŸ™ŽπŸ» : Di Masjid lah Pak, UI keburu ga yah?
πŸ‘³πŸ» : *sambil lirik jam di HP*
Keburu mah, yuk buruan (sambil cengengesan)

Saya pun bergegas menggandeng tangan suami saya ke parkiran motor dan cusss kita berangkat ke UI. Secepat kilat kami tiba di almamater kampus kami berdua. Langsung parkir dan segera berjalan masuk menuju Masjid. Seperti biasa, walau hari libur kuliah pun, Masjid ini tak absen dari ramainya jamaah. 

Suasana yang tidak pernah berubah dari dulu. Pertama kali saya shalat di Masjid ini juga bersama dengan suami saya. Saat itu saya bertiga suami dan sahabat kami, Avi datang mengunjungi UI Goes To School. Saat itu masih beraeragam putih abu-abu. Selesai berkeliling kami Shalat di sini. Suasananya yang tidak pernah berubah juga selama saya kuliah di Fakultas sebelah Masjid UI ini. Tetap teduh, rindang, adeeeem walaupun di luar terik matahari, dan riuh dengan orang-orang yang berlomba beribadah. 

Dulu belum ada kantin, jadi kalau berlama-lama di Masjid UI suka kelaparan dan girang banget kalau ada abang-abang jualan siomay, batagor, sekoteng, gorengan mangkal di depan parkiran. Kalau tidak ada? Balik ke Fakultas Hukum, yang cuma sebelahan. Masjid ini juga ramai sebagai tempat bertemunya aktivis-aktivis kampus baik akademisi maupun kerohanian. Sarana rapat antar fakultas maupun kajian antar fakultas. Tak pernah sepi. Ini Masjid UI. Aahh kangen sekali.

Saya menuju tempat wudhu wanita di selatan, sedangkan suami menuju ke tempat wudhu pria di utara. Tempat shalat untuk wanita ada di lantai 2. Banyak anak-anak kecil yang sedang pesantren kilat. Gemes bangeeetttt.. Iya, Masjid UI memang sering dijadikan tujuan sanlat untuk anak sekolahan. Lepas shalat Dzuhur, saya mengedarkan pandangan ke berbagai sudut lantai 2 tersebut. Selasar Timur biasa dipergunakan untuk duduk santai dan kajian. Selasar Selatan biasa dipergunakan untuk rapat organisasi rohis kampus, SALAM UI namanya. Terbayang hijab tiang yang dipergunakan untuk separator antara ikhwan (pria) dan akhwat (wanita). Tak lupa sebuah papan tulis yang dipergunakan bergantian. Aaahhh mahasiswa.

Lepas shalat saya menuju ke selasar utama pintu masuk, menunggu suami. Tumben, kok dia belum ada. Padahal seharusnya sudah menunggu saya di depan. Tak lama ada yang menepuk pundak saya sambil cengengesan "Nyari siapa mbak? Nyari suami ya?" Iiiiihh kebiasaan, selalu seperti itu datang dari arah belakang, kadang malah mengagetkan. Huft kelakuan Apaknya Umar. Kami menuju parkiran motor untuk bergegas pulang, namun sebelum pulang suami saya menawarkan "keliling UI satu puteran yuk mah!" 

Hayuuuukkk!! 

Saya langsung semangat empat lima hehe, dua puteran juga boleh pak. Dari Masjid UI kami langsung berbelok ke samping Fakultas Hukum, wow berubah, ada pelataran Fakultas Hukum dan Bikun. Coffee. Seonggok bus kuning yang disulap menjadi tempat nongkrong minum kopi. Lanjut melewati sarang nusuh power rangers alias Perpustakaan Pusat, crystal of sciences. Begitu lanjut lagi ke belakang FIB eehh jalanan ditutup, kata Bapak2 yang jaga, hari Minggu sekarang UI ditutup sebagian.

Yowes melipir ke FIB lanjut FISIP dan masuk ke jalur utama Bikun Biru. Udara mulai dingin, bagaimana tidak kanan kiri pohon tinggi semua, dan cuaca mendadak mending. Yeaahh semeriwing angin sepoy-sepoy menemani kami. Melewati Fakultas Ekonomi, kemudian Fakultas Teknik. Haahh kangennyoo biasanya saya dan suami suka jalan smjg masuk Kutek (Kukusan Teknik) pakai motor untuk sekedar berkeliling. Jalan yang biasa menuju Kutek sudah berdiri bangunan Klinik Makara namanya. Kalau dulu namanya PKM (Pusat Kesehatan Mahasiswa), letaknya di depan Fakuktas Kesehatan Masyarakat dan samping Fakultas Ilmu Keperawatan.

Saat melewati Gymnasium dan Stadion saya berujar, "Sampe lulus, amanya belum pernah masuk ke sana lho pak" (menunjuk Stadion dan Gymasium). Sambil ketawa Apaknya bilang "Sama mah, Apaknya juga belom" Nggak heran kalau suami saya sih, memang ga pernah ikut organisasi lintas fakultas macam SALAM UI atau BEM UI. Hanya seputaran satu Fakultas saja. Sedangkan saya paling senang ikut organisasi lintas Fakultas, seru aja kenalan sama banyak teman-teman beda Fakultas dengan berbagai latar belakang. Apalagi yang didapat kalau bukan link dan menjalin silaturahim kan? Lewat Pusgiwa (Pusat Kegiatan Mahasiswa) suami pun bilang belum pernah ke sana. Hehehe.

Belok ke menara air menuju rektorat, eeehhh ditutup lagi jalanannya. Muter deh ke Fakultas MIPA tempat suami saya, eehh tutup juga. Aaahh lagi ga beruntung nih, akhinya kami bundaran UI lagi untuk pulang. Cuma setengah gini kelilingnya. Begitu sampe UI Wood, suami menurunkan kecepatan supaya kami bisa menikmati pemandangan UI Wood dan Danau, ternyata rumputnya sudah hijau lagi. Beberapa bulan lalu waktu jarang hujan kering warna kuning. 

Begitu sampai gerbatama (gerbang utama), saya pikir mau selesai. Eh dilanjut sampai arah Asrama Mahasiswa UI dan Wisma Makara. Tak lupa arah sana juga ada Gedung Sabha Widya. Masih ingat? Itu gedung bersejarah tempat suami mengucapkan akad nikah setahunan yang lalu. "Siapa yang mau nengokin tempat nikahaaaan?" Ujar suami saya sambil mempercepat motor. "Amanyaaaaa!!" Saya membalas sambil berteriak. 

Sampai Asrama Mahasiswa UI, yang tidak lain juga tempat pool bus kuning, berjejer rapi bus tak berpenumpang tersebut. Aah kangen naik bus kuning ini. Begitu sampai Sabha Widya, sepiiii kosohg~ kami hanya numpang mutar motor saja. Iyalah, puasa-puasa gini jarang yang mengadakan pernikahan, biasanya ramai pasca Idul Fitri nanti dan akhir tahun hehe. 

Demikian perjalanan keliling UI yang super singkat yang saya lakukan bersama suami. Cuma sebentar, tapi rasanya memanggil banyak memori dan berhimpitan untuk keluar. Satu per satu berloncatan dengan riang. Aaahh.. UI 😍

Sunday, June 19, 2016

Menghapus Foto Mantan

Putus dari pacar terus berniat menghapus semua foto mantan pacar di social media dan perangkat lainnya? Untuk sebagian orang, menghapus foto mantan itu penting, karena ketika ia menghapus foto mantan, ia akan lebih mudah untuk melupakan. Ia akan lebih mudah pula untuk move on dan mendapatkan yang baru. Ketika sudah bersama pacar yang baru, mungkin pacar barunya cemburuan, dan ingin supaya kisahnya dengan mantan 'bersih' tak bersisa. Jadilah ia menghapus foto mantannya. Atau malah pacar barunya yang menghapus foto mantannya, daripada berantem mulu. Menghapus foto mantan penting, apalagi yang susah buat move on, apalagi yang putusnya ga baik2 dan syeelll kesyellll kalo liat muka mantannya. Rasanya pengen ngapus semua yess.. (Segitunya hihihi). 

Untuk sebagian lain, menghapus foto mantan menjadi tidak penting. Kenapa? Toh ia bisa kok move on tanpa harus menghapus kenangan. Mungkin juga ia merasa toh hubungan mereka baik-baik saja, keputusan berpisah adalah keputusan bersama, no hurt feeling, sehingga buat apa tho foto-fotonya dihapus. Mungkin juga isi foto bersama mantan juga standar saja, tidak biasa publish yang kelewat mesra sehingga wajar sajalah jika masih tersimpan di sosial media dan orang lain melihat. Mungkin juga orangnya cuek, dan tidak mempermasalahkan masa lalu, toh statusnya masih pacaran, belum nikah ini. Jadi tidak apa-apa tho kalau fotonya masih ada?

Pilihan untuk tidak menghapus foto mantan pacar diambil sebagian orang dengan alasan di atas, salah satunya saya. Saya punya mantan pacar yang sudah saya kenal cukup lama. Hmmmm...Sebut saja namanya Mr. Budi (bukan nama samaran, emang beneran namanya itu πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚). Iya, saya kenal dekat dengan Mr. Budi ini dari jaman berseragam putih abu-abu. Kami kenal dekat karena satu kelas dan berlanjut sampai kami keterima di UI. Alhasil bareng terus, walaupun kami beda Fakultas. 

Selepas saya lulus, masih juga sama dia lagi-dia lagi. Singkat cerita saya keterima kerja di sebuah perusahaan perbankan sebut saja BNI Syariah, sedangkan Mr Budi masih menyelesaikan skripsinya. Well pending setahun, sampai akhirnya ia berhasil lulus (juga) dan keterima di salah satu perusahaan perbankan, sebut saja BRI. Bagaimana dengan kisah kami? Masih, dia lagi-dia lagi. Sampai pada saat ia penempatan di luar kota yakni Cilacap, April 2012 kami putus. Ternyata kami ga lulus LDR, banyak godaannya, banyak cobaannya. Kami putus, setelah menjalin kisah selama hampir 7 tahun. Berasa nyicil KPR kan yeee..

Ia bersama dengan pasangan barunya yang sudah saya ketahui sebelum saya putus dengan pacar saya. Lalu, saya sendiri aja. Syediih? Iyeeelah.. Pake nanya lagi ah.. Tapi tidak berlangsung lama, 2 bulan saya bengong-bengong dulu patah hati (eh ini itungannya lama ga yahhh) saya lanjut memotivasi diri saya sendiri dan membangun benteng yang jauh lebih kuat dari sebelumnya, banyak belajar, banyak mengambil hikmah, dan tentunya banyak bersyukur karena cobaan ini pasti untuk kebaikan kami bertiga (iya bertiga sama pacar barunya Mr Budi). Untuk menghargai privasi dan kebahagiaan Mr Budi tadi, setelah semua clear, saya tidak pernah melabrak sesepacarnya atau menghubungi Mr Budi atau pacarnya. Karena buat saya, cukuplah dengan tidak mengusik mereka, artinya saya berusaha merelakan dan melepasnya. Tsaaahhhelah...

Ada 2 moment yang saya harus menghubungi Mr Budi melalui SMS atau media ketik sejenisnya. Event ulang tahun Mr Budi, dan permohonan maaf saat lebaran. Saya punya alasan tersendiri kenapa juga putus sama temen yang super deket sampe berasa sodara kok ya ga boleh ngucapin ultah sama lebaran. Hanya sampai situ, besoknya tidak berlanjut ke obrolan yang lain. 

Beberapa lama setelah saya move on dan mulai membuka pintu hati (udah kayak acara menjelang buka puasa di tipi-tipi), eh saya pacaran dengan seseteman satu perusahaan, sebut saja Mr. Satu Lagi, biar gampang. Cinlok? Enggak sih, doinya aja ngepepet mulu dateng ke outlet saya 😎 *ketauan orangnya abis....deh gue* Dan jadilah kami mencoba jalan bareng. Ternyata Mr Satu Lagi ya biasa aja sama sosial media. Tidak mempermasalahkan juga dengan foto-foto saya, ga kepo juga sampe liat postingan entah berapa tahun lalu. Kalo saya mah pasti kepo hihihi. Jadi aman aja, ga disuruh buat hapus sana sini. 

Saya juga memilih tidak menghapus foto Mr Budi, karena memang foto yang saya upload biasa aja, nggak ada foto spesial layaknya pasangan kekasih romantis lainnya. Tidak ada. Sesemantan (bahasanya kaya caption IGtaiment banget sih) saya, Mr Budi, memang sahabat dekat saya, orang yang ikut serta menyaksikan proses metamorfosa saya dari jaman SMA, rasanya sampai kapan juga ia tetap sahabat saya, ga mungkin bisa dihilangkan. Plus saya males juga nanti ada yang mikir macem-macem, kenapa kok fotonya dihapus, putusnya ga baik-baik ya? Saya juga masih dekat sama keluarganya pasca putus, jadi toh.. biarkan sajalah. Kecualiii...syarat dan ketentuan berlaku. Apa itu? Kalau saya sudah menikah, dan suami saya berkeberatan. Sok lah, hayukk dihapus semua yang dirasa keberatan. Apa sih yang enggak buat suami khaaan... πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†. 

Okeehhh ceritanya disekip sekip biar cepet, sampai tiba waktunya di awal tahun 2013, saya mulai siap untuk berkomunikasi lagi dengan Mr Budi. Saya yakin sudah setroooong ga baper. Toh saya juga sudah punya pacar si Mr Satu Lagi khan. Aman ada yang jagain. Cuma berkabar saja, karena selama ini saya tidak pernah tahu kabarnya bagaimana, dan risih juga ga sih, temen deket banget tiba-tiba hilang ga komunikasi, nanti kalo doi kawin trus saya ga diundang gimanaaah cobaaaak mikiiiiiirrr *kepikirannya cuma ke situ doang πŸ˜‚ Iya, sesimpel itu. Saya juga cuma tahu info ternyata ia pindah penempatan ke Sumatera dari Kakaknya dan Kakak Iparnya Mr Budi--yang nggak pernah habis godain saya untuk balikan lagi sama Mr Budi. Katanya, kangen nggak sama Putro (panggilan dekat Mr Budi)? Kangen kaaaaan? Udah, balikan aja sih Yun (panggilan dekat untuk saya).. Mikir dalem hati saya, sekarang sih udah kosong aja ga ada perasaan dan niat buat balikan, boro2 deh.. Tapi kalo Allah berkehendak lain mana tau? 

Awal 2013 sekedar berkabar tapi malah Mr Budi yang dari awal baper. Bahkan sebelum saya mulai interaksi dia udah galau dan baper duluan. Cobaan.. cobaan... Saya masih teguh pendirian dan bersikap normal saja, stay cool. Eehh Allah punya rencana hebat pastinya. Saya putus sama Mr Satu Lagi yang singkat itu. Katanya, mending saya sama Mr Budi aja. Laaahh pan saya dan Mr Budi udah putus kita yee.. Beklah.. Namanya juga takdir, jadilah saya jomblo lagi.. Mblooo..mbloo... Begitu saya putus dengan pacar, saya mengurangi intensitas berkabar dengan Mr Budi, takutnya dia udah baper, saya malah ikutan baper karena ga ada pacar. Semua baper. Ah ribet nanti. 

Berhubung sampai penghujung tahun 2013 saya belum ada pacar, ya foto lama saya baik dengan Mr Budi dan Mr Satu lagi, ga ada yang saya hapus. Apalagi sama Mr Satu Lagi, lebih lebih jarang foto, ga suka eksis.

Ternyata, menjelang akhir tahun 2013, Mr Budi putus sama sesepacar satu perusahaan itu. Ia juga memutuskan untuk hengkang dari perusahaan tersebut, hijrah dari perusahaan konvensional dan memilih untuk kembali ke Jakarta mencari pekerjaan halal non ribawi. Siapa yang nggak percaya skenario Allah indah? Saya ceritain kalo ada yang masih ragu dan nggak percaya..

Di penghujung tahun 2013 selepas Mr Budi putus dengan sesepacar, dia mengajak saya kembali kepadanya. Jeng jeng.. Saya meminta waktu untuk berfikir dan beristikharah. Selama saya istikharah, saya bingung, benar-benar kosong, boro-boro ada rasa dan keinginan balik. Wong udah jungkir balik ikhlasin buat sesemantan tadi itu. Malah dulu berharap mereka jadi ke pelaminan. Plus sudah berlapang dada mencoba silaturahim dengan sesemantannya, walaupun berujung saya dicurigai punya niat buruk kepadanya, hiks hiks..

Bingung menjawab permintaan Mr. Budi. Apa yang harus saya lakukan?

Tidak tahu kenapa ditunjukkan untuk flash back, tiba-tiba pengen lihat foto-foto jaman dulu sama Mr Budi, sapa tau dapat inspirasi, sambil berdoa.... Kalau memang ini yang terbaik, berikan tanda, Ya Allah, tumbuhkan rasa sayang seperti dulu saya menyayanginya *bocoooor deh sekarang doanya. Iya, dulu doanya kaya gitu. 

Entah dateng darimana, tiba-tiba berasa super dekat lagi sama Mr Budi, berasa sesayang dulu. Jedaaarr... Padahal 1,5 tahun tidak tatap muka, tidak ngobrol banyak apalagi bercanda seperti jaman dulu. Tidak ada. Bahkan saya dalam kondisi netral. The power of old photos kah?? Entahlah, saya menganggap ini salah satu 'tanda' dari Allah, seperti doa yang saya panjatkan. Kenapa segitunya saya istikharah cuma buat balikan dan pacaran sama mantan saya ini? Takut dia pergi lagi? Enggak. Bukan ke sana. Saya menyadari bahwa usia saya tidak muda lagi (aahh bahas umur kan jadinya). Tentunya ketika saya menjalin hubungan, arah yang kita harapkan tidak lain dan tidak bukan dan sudah pasti dan tidak diragukan... (Duh panjang) adalah PERNIKAHAN. Ngapain mas mbak capek-capek balik lagi kalo nggak merencanakan untuk menikah. 

Akhirnya setelah mendapatkan keyakinan untuk kembali kepada Mr Budi, saya menerima permintaannya dan kami bersiap berjuang bersama.

Setahun kemudian kami berdoa, berstrategi, dan berjuang untuk mencapai tujuan Pernikahan. Hingga di bulan Agustus 2014, Mr Budi mengkhitbah saya ke Bapak saya. Jeng jeng jeng... Takdir Allah memang indah. Puji syukur atas rahmat dari Allah, Bapak saya approval khibah Mr Budi bulan Oktober, dan bulan November kami mulai mempersiapkan pernikahan. Alhamdulillah, saya dan Mr Budi menikah Februari 2015 dengan persiapan yang singkat karena tidak mau menunda-nunda. Cukuplah, perjalanan panjang kami dari SMA, masa persiapan nikah yang udah dapet approval wali pake lama? Hihi. 

Sudah menikah, menghapus foto mantan? Nah kalau ini iya, bersih bersinar tak ada sisa. Eh tapi, apa yang dihapus? Orang isi foto-foto mantan saya itu ya suami saya. Nah khan, ada gunanya juga foto-foto nggak dihapus, soalnya file foto saya di Mr Budi sudah bersih dari jaman dia pacaran dulu sama sesemantan. Berarti sesemantan tipe orang yang pertama yes? Yang hapus foto mantan? Gapapa, tiap orang punya alasan masing-masing 😊 Sedangkan saya juga sudah bersih-besih foto Mr Satu Lagi setelah menikah. Untung cuma dikit, ga pegel ngapusinnya πŸ˜‚. 

Hikmahnya kalau udah nikah bisa lihat foto jadul itu romantis banget iiih.. Bisa mengenang lagi moment di foto tersebut, nggak jarang cekikikan berdua kalo inget-inget pergi ke beberapa tempat. Terkadang nyeletuk "kapan-kapan ke sana lagi yuk!"

Well hey, kalau kamu berniat tidak hapus foto mantan pacar boleh-boleh kok. Siapa tahu jodoh kamu itu ya mantan pacar kamu lho, bisa buat kenangan untuk cerita berdua. Kecuali kalau pacar kamu yang meminta menghapus, daripada berantem melulu. Nah, kalau sudah menikah, untuk menghindari perselisihan, baper, kecemburuan, pertengkaran yang gak penting, bersihkan semuanya ya.. Hanya ada kamu dan dia, jangan ada dia dia dia yang lain. Usir cantik semua foto mantan ala incess Syahrini, huuuussshhh... husshhhh... sanaaahhh~

-Noni Halimi-

Friday, June 17, 2016

FS dan FB Punya Cerita

Tak sengaja saya membuka salah satu akun sosial media milik saya yang sudah lama tidak dikunjungi. Facebook. Agaknya jejaring sosial yang happening di tahun 2008 ini tidak semenarik dahulu waktu baru booming. Jika dulu Facebook sangat digandrungi dari usia muda sampai orang tua, kini Facebook tidak lagi menjadi jejaring favorit kaum muda. Namanya jg anak muda, ada jejaring sosial baru, yang lama sudah lupa. 

Jejaring senior Facebook yang sudah lebih dahulu ditinggalkan yakni Friendster, lebih lagi tidak ada kabarnya. Media sosial ini rasanya menjadi pioneer bagi anak tahun 90an untuk berkreasi di kancah sosial media. Friendster punya cukup banyak fitur yang mengasah kreasi untuk menghias homepage dan menemukan teman-teman lama kita. Plusss kepoin gebetan atau pacar, hihihi.

Jaman saya kuliah semester awal, saya dan rekan-rekan banyak yg belum memiliki laptop. Maklum, harga laptop zaman tahun 2006-2007 sangat mahal dan belum bisa dijangkau oleh banyak mahasiswa. Apalagi macem mahasiswa pengiritan kaya saya dan bergaul dekat dengan anak rantau yang mandiri dan jauh dari orang tua. Hampir sebagian besar belum ada yang punya laptop. Rasanya tidak ingin merengek ke orang tua untuk sekedar minta dibelikan laptop. Lebih baik menabung dulu sampai nanti dapat dari hasil jerih payah sendiri. 

Tidak punya laptop untuk ke kampus bukan berarti tidak bisa berkreasi dengan jejaring sosial. Kami masih punya smart phone, walaupun hitungannya ga smart-smart banget alias harganya ga mahal-mahal banget. Yang penting bisa browsing dan buka jejaring. Saya dan rekan-rekan kalau sedang senggang suka nongkrong di lobi fakultas supaya bisa browsing pakai wifi, atau ke labkom yang bisa dipinjam secara bergantian dengan menggunakan Kartu Tanda Mahasiswa. Namun penggunaan labkom ini sifatnya tidak bisa berlama-lama, dan digunakan untuk kepentingan kampus dan tugas-tugasnya saja. Mana bisa browsing jejaring sosial kelamaan di labkom, yang ada kasian yang antri πŸ˜‚

Tapi kalau super senggang, saya dan gerombolan rekan saya, tak habis cara. Kalau labkom gratis, maka pas lagi ada duit dan butuh hiburan browsing kita ke warnet. Iiih warnet dan rental komputer masih jaman??? Hey anak muda, zaman saya kuliah tahun 2006 warnet dan rental komputer masih berjamuran dimana-mana, terutama lingkungan kampus. Karena tidak semua mahasiswa punya laptop. Isinya? Ya mahasiswa yang nyari tugas, ngerjain skripsi, ya iseng browsing,  sampai iseng buka jejaring sosial. 

Harga rental komputer pada masa itu kalau tidak salah 1000 per jam. Dan biaya internet 3000-4000 per jam. Kalau di warnet dekat kampus saya banyak yang lesehan, setiap komputer dibatasi tirai atau gorden. Saya dan rekan-rekan biasa nongkrong di sana kalau lagi free. Ngapain? Buka Friendster (untuk selanjutnya disebut FS). Motivasi rekan-rekan saya yang buka FS beragam, ada yang kepoin mantannya, kepoin pacar baru mantannya, ada yang kepoin pacarnya, temen-temen pacarnya, ada yang kepoin gebetannya, temen-temen gebetan, keluarga gebetan, temennya temen gebetan (iiih panjang ye nasabnya). Pada intinya ga jauh-jauh dari asrama. Tsaahh preeett...

Racun banget kalau udah ke warnet suka lupa sendiri kalau udah kelamaan. Lucunya suka niat abis. Jadi kita Dzuhur dulu, abis sholat langsung ke warnet sampe Ashar.  Niat lah pokoknya. Belom lagi kalo lagi konsentrasi penuh menghias  FS, beuuuh ga ada yang bisa gangguin walopun temen sebelah udah narik2 gorden pembatas di warnet. Lucu rasanya. Kadang gordennya kita buka terus tengok-tengokan lagi ngapain, lagi buka FS siapa? Atau ada info baru entah siapa, sambil ngomong 'eh liat deh.... ' dan otomatis langsung ngerubungin satu layar komputer. 

Sungguh di tempat itu rasanya campur aduk, kadang seneng (kalo pas ngedit FS), kadang sedih (kalo pas liat gebetan deket sama cewe lain), kadang galau (liat mantan kayaknya punya tambatan baru), kadang penasaran (abis kepoin entah siapa). Sampai adegan nangis liatin layar komputer kalo berantem sama pacar. Beberapa yang saya ingat dari Friendster di kolom bagian depan ada fitur untuk menghias atau menuliskan pesan atau insert teks HTML. Saya malah senang sekali custom profile. Jadi tidak pakai background default dari FS, tapi pakai background sendiri dengan mencari kode HTMLnya. Bahkan terkadang insert gambar dan teks berjalan (marquee). Berasa keren banget kalo udah ngotak-ngatik FS. Ga jarang liat tutorialnya dan browsing soal kode HTML. 

Hal lain yang saya ingat adalah ketika kita kepoin orang. Kalau di FS kita membuka profile orang akan muncul notifikasi bahwa akun kita mengunjungi atau visit profile orang tersebut, yang artinya ketauan dong kita kepo. Nah biasanya kalau mau kepoin orang, kita setting FS kita menjadi private, sehingga ketika kita mengunjungi profile orang lain, tidak muncul notifikasi nama kita. Hanya sekedar unknown. Kita bebas kepo sana sini hihihi..Yang lucu kalau lagi asik-asik kepo, eeeehhh lupa setting private, aarghh hahahhaa memalukan kalo ketauan. Masa-masa remaja yang asem banget buat dilewatkan begitu aja. Kalau sekarang mana ada nongkrong di warnet macem bgitu. Udah pada nenteng laptop, netbook, bahkan ipad sendiri. 

Tahun kedua kuliah muncul jejaring baru bernama Facebook. Kami langsung beralih ke Facebook dan berangsur meninggalkan FS. Di Facebook (FB) kita bisa tag orang yang ada dalam foto yang kita publish. Kemudian sibuk komen-komenan. FB juga ada fitur untuk chat jadi tak jarang juga ada orang yang chat di FB. Sama hal nya dengan FS, kegunaan FB selain untuk sarana menjalin silaturahim juga tak lain sebagai sarana jomblo-jomblo kepo. 

Bedanya di tahun FB ini sudah mulai banyak mahasiswa yang punya laptop atau netbook. Apalagi menjelang skripsi, sebagian besar sudah punya sendiri. Tadinya nongkrong di warnet, ketika sudah punya laptop nongkrongnya di lobi maupun lokasi-lokasi terjangkau wifi di seluruh kampus. Kami bisa betah berjam-jam untuk urusan browsing. Bahkan kalau lagi iseng kami suka streaming youtube dan nonton bareng. 

Walaupun sudah jarang dibuka orang, namun FB masih tetap saja eksis. Karena tidak dapst dipungkiri jejaring sosial ini memiliki banyak manfaat, apalagi kalau bukan connecting. FB juga bisa dipergunakan untuk membuat akun profile lembaga, untuk membuat RSVP atau event, bahkan bisa dipergunakan untuk berjualan / membuka online shop. Biayanya sudah pasti gratissss.....

Banyak juga ya kenangan FS dan FB, tak terlupakan deh. Terima kasih FS dan FB, kalian punya cerita.

-Noni Halimi