Ahad, 04 Agustus 2013. Hari itu saya dan keluarga akan menjelajah Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat dan Palembang. Pake pesawat? Tentu tidak. Pake jalur darat, alias pake mobil alias gempor meeen. Kalo dibayangin waktu sebelum berangkat sih pastinya ngeri juga menjelajah lebih dari 2500 kilometer ya! Berhubung saya suka banget jalan dan bepergian, maka rute yang super panjang ini menjadi sangat menantang dan ngajak ribut banget! :D Namun sayang, saya tidak dapat ikut full journey keluarga saya, karena saya harus pulang lebih awal pada tanggal 10 Agustus 2013 menggunakan pesawat. Kenapa? Well, bukan mau curang, pulang naik pesawat sih, tapi hari Senin saya sudah harus kerja lagi dan gak dapet jatah cuti bulan itu *nasip*. Nah, bagaimana rute perjalanan saya Jakarta - Sumatera Barat? This is it!
Our Route |
Saya sekeluarga berada dalam satu mobil yang dikendarai oleh adik saya yang cowo, namanya Nabi. Rencananya sih nanti akan ada driver kenalan pak uwo saya dari Lampung, ya buat gantian gitu lah. Selain satu mobil ini, ada keluarga saya yang tinggal di Bandung yang turut serta satu mobil. Om saya itu merupakan adik dari Ibu saya, jadi ya orang Lampung juga. Om, tante dan kedua sepupu saya berada di mobil tersebut. Sehingga total mobil yang ikut ada dua mobil, yess! Lepas sahur dan sholat Shubuh, dengan mengucapkan Bismillah maka berangkatlah kami. Kebiasaan keluarga saya dari dulu adalah nggak mau ninggalin puasa walaupun dalam keadaan bepergian. Sebenarnya bisa sih mengganti puasa di bulan lain saat kita bepergian, seperti tercantum dalam surat Al-Baqarah.
"(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 184)
Bagi kami, perjalanan jauh bukanlah merupakan hambatan untuk puasa. Bahkan saya dan adik-adik saya dari kecil sudah dicontohkan oleh orang tua saya jika kami bepergian ya semua tetap puasa. Insya Allah perjalanan menjadi lebih berkah.
Perjalanan dimulai dari depan garasi rumah saya (ya iyalah) saat itu pukul 05.15 pagi dan kami meluncur menuju pom bensin perempatan Ragunan karena harus isi bensin full. Oh iya, ada kebiasaan Bapak saya juga nih, terkait satu produk ciamik. Namanya saya lupa *lah* tapi ini asli bikin irit bensin loh, terutama yang mobil diesel seperti mobil saya ini. Lumayan ngirit pengeluaran juga. Nanti saya tanya Bapak saya dulu ya namanya apaan. (terus ngapain ditulis disini?). Selesai isi bensin sampai penuh, iseng saya pasang GPS di Android saya. Saya paling suka otak atik GPS walaupun suka sotoy sendiri.
Sebelum memulai perjalanan, saya sempat diskusi dulu dengan Bapak saya mengenai rute perjalanan yang akan kami tempuh, maka jadilah seperti yang tercantum di gambar atas. Saya menggunakan fasilitas Google Maps untuk mengukur jarak tempuh. Setelah hitung-hitungan dan diskusi banyak, maka ditetapkanlah kami akan lewat jalur Bengkulu. Seumur-umur sih saya belom pernah nginjekin kaki di pesisir Barat Sumatera ini, ya, Bengkulu. Super excited tentunya. Namun Bapak saya bilang jalur yang akan kami tempuh memang lebih dekat, tapiiiii jalurnya berliku-liku, terjal, banyak lembah dan jurang serta sepi abis!
Walapun jaman sekarang sudah super canggih, ngobrol sama satu rumah aja ada yang pake bbm atau whatsapp (ini emang males apa keracunan teknologi sih) dan sekarang udah jaman google maps dan GPS--- tapi Bapak saya yang jurnalis sejati, masih memegang teguh pake peta manual, hard copy. Beneran dibeli peta Sumatera Barat yang segede gambreng itu di Gramedia, kemudian ngambil juga peta-peta dari surat kabar seperti Kompas (berhubung di rumah langganannya Kompas). Tak lupa kalau ada yang bagi-bagi gratis peta mudik di tempat perbelanjaan juga disikat (emang deh kalo gratis). Jadilah saya punya 3 peta Sumatera, yeaahhh! Kenapa mesti peta hardcopy? Karena peta hardcopy lebih mudah dibawa-bawa, sedangkan google maps belum tentu ada sinyalnya kan di daerah sana (alasan ini baru saya sadari di kemudian hari, telaaaatt), plus karena Bapak saya juga gaptek abis hehehe, "repot ah pake GPS" begitu pangkasnya :D
Berhubung jalan menuju Merak dari rumah saya sudah familiar dan sudah tahu jalannya, maka saya memutuskan untuk tidur di jalanan, dan berniat bangun sih pas nanti sudah sampai Pelabuhan Merak ya. Dua jam kemudian, saya bangun dan melihat macet total di depan jalan. Weleeehhh! Akses menuju Pelabuhan Merak ada 2, bisa melalui tol Merak, bisa juga keluar dari Tol Cilegon. Pada saat itu Bapak saya entah mengapa sedang sibuk dengan pembicaraan di HP, sehingga lupa perkiraan untuk lewat Tol Cilegon. Alhasil kami lewat jalur tol Merak yang biasa dan JEDAAARRR! Macet meen!
Ternyata saat itu ada jalanan di tutup oleh kepolisian yang bertugas jaga selama mudik, menggunakan sistem buka tutup. Tapi ini ngeselinnya, bukannya sebagian diarahkan ke jalan yang bawah yang nantinya akan ke Merak juga, tetapi ini dijadikan satu semua. Fiiuuuh. Mana buka tutupnya itu yaaa.... buka 5 menit, tutupnya 1 jam. Gimana gak emosi! Padahal hanya kurang dari 6 kilometer lagi kami sudah samapi depan Pelabuhan Merak. Luar biasaaa. Dari yang tidur dengan posisi nyaman, sampe pengen lompat ke luar mobil buat senam SKJ dulu saking pegelnya. Sambil pusing lihat kemacetan yang bener-bener stuck, berhenti (bukan padat merayap), saya iseng memperhatikan ke sekitar jalanan. Wah bener-bener seperti bukan bulan Ramadhan. Seenaknya saja penumpang dan pengendara di dalam mobil yang kacanya dibuka kemudian makan dan minum tanpa rasa bersalah. Saya tahu mereka Islam, karena ada yang pakai jilbab. Walaupun mereka tidak puasa, bisakah menghormati dan menghargai bulan Ramadhan dan orang-orang yang masih berpuasa di sana? Yang Non-Muslim saja hormat kok, ini orang Muslim sendiri yang nggak menghargai. Dan lucunya lagi, pedagang asongan pun gak malu-malu lagi menawarkan makanan dan minuman kepada korban macet di sana. Astaghfirullah, lucunya negeri ini!
"(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 184)
Bagi kami, perjalanan jauh bukanlah merupakan hambatan untuk puasa. Bahkan saya dan adik-adik saya dari kecil sudah dicontohkan oleh orang tua saya jika kami bepergian ya semua tetap puasa. Insya Allah perjalanan menjadi lebih berkah.
Perjalanan dimulai dari depan garasi rumah saya (ya iyalah) saat itu pukul 05.15 pagi dan kami meluncur menuju pom bensin perempatan Ragunan karena harus isi bensin full. Oh iya, ada kebiasaan Bapak saya juga nih, terkait satu produk ciamik. Namanya saya lupa *lah* tapi ini asli bikin irit bensin loh, terutama yang mobil diesel seperti mobil saya ini. Lumayan ngirit pengeluaran juga. Nanti saya tanya Bapak saya dulu ya namanya apaan. (terus ngapain ditulis disini?). Selesai isi bensin sampai penuh, iseng saya pasang GPS di Android saya. Saya paling suka otak atik GPS walaupun suka sotoy sendiri.
Sebelum memulai perjalanan, saya sempat diskusi dulu dengan Bapak saya mengenai rute perjalanan yang akan kami tempuh, maka jadilah seperti yang tercantum di gambar atas. Saya menggunakan fasilitas Google Maps untuk mengukur jarak tempuh. Setelah hitung-hitungan dan diskusi banyak, maka ditetapkanlah kami akan lewat jalur Bengkulu. Seumur-umur sih saya belom pernah nginjekin kaki di pesisir Barat Sumatera ini, ya, Bengkulu. Super excited tentunya. Namun Bapak saya bilang jalur yang akan kami tempuh memang lebih dekat, tapiiiii jalurnya berliku-liku, terjal, banyak lembah dan jurang serta sepi abis!
Walapun jaman sekarang sudah super canggih, ngobrol sama satu rumah aja ada yang pake bbm atau whatsapp (ini emang males apa keracunan teknologi sih) dan sekarang udah jaman google maps dan GPS--- tapi Bapak saya yang jurnalis sejati, masih memegang teguh pake peta manual, hard copy. Beneran dibeli peta Sumatera Barat yang segede gambreng itu di Gramedia, kemudian ngambil juga peta-peta dari surat kabar seperti Kompas (berhubung di rumah langganannya Kompas). Tak lupa kalau ada yang bagi-bagi gratis peta mudik di tempat perbelanjaan juga disikat (emang deh kalo gratis). Jadilah saya punya 3 peta Sumatera, yeaahhh! Kenapa mesti peta hardcopy? Karena peta hardcopy lebih mudah dibawa-bawa, sedangkan google maps belum tentu ada sinyalnya kan di daerah sana (alasan ini baru saya sadari di kemudian hari, telaaaatt), plus karena Bapak saya juga gaptek abis hehehe, "repot ah pake GPS" begitu pangkasnya :D
Berhubung jalan menuju Merak dari rumah saya sudah familiar dan sudah tahu jalannya, maka saya memutuskan untuk tidur di jalanan, dan berniat bangun sih pas nanti sudah sampai Pelabuhan Merak ya. Dua jam kemudian, saya bangun dan melihat macet total di depan jalan. Weleeehhh! Akses menuju Pelabuhan Merak ada 2, bisa melalui tol Merak, bisa juga keluar dari Tol Cilegon. Pada saat itu Bapak saya entah mengapa sedang sibuk dengan pembicaraan di HP, sehingga lupa perkiraan untuk lewat Tol Cilegon. Alhasil kami lewat jalur tol Merak yang biasa dan JEDAAARRR! Macet meen!
Ternyata saat itu ada jalanan di tutup oleh kepolisian yang bertugas jaga selama mudik, menggunakan sistem buka tutup. Tapi ini ngeselinnya, bukannya sebagian diarahkan ke jalan yang bawah yang nantinya akan ke Merak juga, tetapi ini dijadikan satu semua. Fiiuuuh. Mana buka tutupnya itu yaaa.... buka 5 menit, tutupnya 1 jam. Gimana gak emosi! Padahal hanya kurang dari 6 kilometer lagi kami sudah samapi depan Pelabuhan Merak. Luar biasaaa. Dari yang tidur dengan posisi nyaman, sampe pengen lompat ke luar mobil buat senam SKJ dulu saking pegelnya. Sambil pusing lihat kemacetan yang bener-bener stuck, berhenti (bukan padat merayap), saya iseng memperhatikan ke sekitar jalanan. Wah bener-bener seperti bukan bulan Ramadhan. Seenaknya saja penumpang dan pengendara di dalam mobil yang kacanya dibuka kemudian makan dan minum tanpa rasa bersalah. Saya tahu mereka Islam, karena ada yang pakai jilbab. Walaupun mereka tidak puasa, bisakah menghormati dan menghargai bulan Ramadhan dan orang-orang yang masih berpuasa di sana? Yang Non-Muslim saja hormat kok, ini orang Muslim sendiri yang nggak menghargai. Dan lucunya lagi, pedagang asongan pun gak malu-malu lagi menawarkan makanan dan minuman kepada korban macet di sana. Astaghfirullah, lucunya negeri ini!
Tak terasa hari sudah senja (bohong sih, terasa banget kok lama-nya, seharian di mobil padahal jaraknya hanya 6 kilo saja hehehehe). Saat itu pukul 17.00 dan kami baru bisa masuk mengantri pintu masuk pelabuhan Merak. Bapak saya sudah ribut minta disiapkan makanan untuk buka puasa ahahaha. Ibu saya memang top banget, dari dulu kalau perjalanan seperti ini memang biasanya menyiapkan bekal dari rumah, ya nasi, lauk pauk alat makan dan semuanya bawa dari rumah, nanti di makan ramai-ramai. Hingga menjelang Maghrib pun terasa cepat sekali (mungkin karena laper). Bapak saya pun mengantar makanan untuk mobil Om saya di belakang mobil saya. Sembari mengantar makanan, Bapak saya menyeloteh "Haduh, Rin..banyak sekali yang nggak puasa, apa cuma kita aja nih yang tetep puasa?" Eh di mobil sebelahnya ada ibu-ibu nyeletuk "Insya Allah kami masih puasa, Pak satu mobil ini." Spontan Bapak saya dan Om saya nengok dan berbarengan berucap "Alhamdulillaaaaaahhh" Tapi emang bener loh, saat itu banyak banget yang makan dan minum seenaknya :(
Adik saya yang nyetir, Nabi, berhubung laper gilak, dia mau beli makanan bungkus yang dijual sama abang-abang yang keliling di sekitar pelabuhan Merak. Awalnya Ibu dan Bapak saya melarang, karena belum tentu bersih kan? Tapi setelah di cek, packagingnya dari styrofoam, tertutup dan bersih kelihatannya, maka dibeli lah 1 bungkus untuk Nabi. Di sekitarnya banyak juga yang jual makanan nasi bungkus yang tidak tertutup rapi, terhampar dan kelihatan eyuuhhh :| Saat buka puasa dia makan nasi bungkus itu, ternyata rasanya biasa-biasa saja. Justru makanan dari rumah yakni sosis saos bbq dan jamur teriyaki yang super duper lezat bikin kami semua ketagihan. Ujung-ujungnya Nabi makan pake lauk dari rumah, hahahah mamam, dibilangin orang tua malah ngeyel sih! :D
Setelah membayar tiket masuk untuk dua mobil, kami pun kembali mengantri kapal yang akan mengankut kami. Ternyata kami dapat di dermaga 1 dan dapat kapal dengan muatan cukup besar. Salah satu yang bikin saya deg-degan naik kapal ferry adalah saat mobil menaiki landasan 45 derajat yang mengerikan itu. Terkadang ada mobil yang gak bisa nanjak dan mundur di tengah jalan, mengerikan untuk mobil yang berada tepat di belakangnya. Hahaha. Alhamdulillah lancar pendakiannya :"D
Another story di dalem kapal ferry, ternyata cobaan kami luar biasa hari itu. Perjalanan ferry kami sering terhenti dan berhenti di tengah laut. Biasa. Menunggu giliran dermaga. Saya bingung sama pemerintah, ribut banget soal menambah armada kapal ferry tapi bisa-bisanya melupakan dermaganya. Kapalnya saja yang ditambah kalo dermaga segitu gitu aja ya tetep aja antri panjang. Dengan banyaknya berhenti di tengah laut, perjalanan kami yang harusnya memakan waktu hampir 6 jam. Biasanya hanya ditempuh dalam waktu 3 jam saja. Ini sih berasa Merak - Bakauheni - Merak (pulang-pergi meeeeeennn). Alhasil total perjalanan saya dari Jakata sampai Lampung kota adalah 22 jam. Fiuh.
No comments:
Post a Comment