Thursday, January 14, 2016

Dilema Cincin Kawin

Saya beli cincin kawin di daerah Melawai, di sana memang banyak toko emas. Kenapa di sana? Simpel saja, karena kakaknya calon saya mau cuci emas miliknya di toko emas daerah Melawai, jadilah sekalian saya beli cincin kawin di sana.

Saya nggak mau neko-neko alias nggak suka ribet juga, bukan tipe yang muter ke sana kemari dan membandingan ini itu, yang ada malah pusing sendiri. Saya cari model yang kiranya menarik hati di toko emas kakaknya calon saya. Rencananya hanya saya yang membeli cincin emas, sedangkan calon suami saya nanti akan membeli cincin perak, karena menurut agama Islam, laki-laki tidak boleh mengenakan sesuatu dari emas.

Lihat cincin-cincin yang terpajang di etalase, saya tertarik dengan 1 cincin dengan bentuk yang simpel. Emas putih, matanya hanya 1, bentuk permatanya belah ketupat. Saya coba masukan ke jari manis sebelah kanan, klop banget ukutannya. Tidak longgar dan tidak terlalu kecil. PAS. Seperti berasa klik dan jodoh  dengan cincin ini, akhirnya saya memutuskan untuk memilih cincin tersebut sebagai cincin kawin saya.

Sebulan kemudian setelah saya menikah, saya hamil anak pertama. Bukan main berat saya bertambah banyak sekali, totalnya bertambah 20 kilo, dari berat awal 48 kilo ke 68 kilo. Makin bertambahnya usia kehamilan semakin banyak pula pertambahan beratnya. Rasanya badan melar, tak terkecuali dengan jari tangan. Saya merasa jari tangan menggelembung besar-besar. Alhasil cincin kawin nggak muat lagi dong, saya copot untuk sementara waktu. 

Berhubung saya tetap ingin pakai cincin kawin ditangan kanan saya, biar gak digodain orang karena gak pake cincin dikira belom kawin (pede ameeet), akhirnya saya minta dibelikan cincin ke suami. Saya cuma minta cincin perak saja karena hanya untuk dipasang di jari manis sementara saya hamil. Ternyata ukuran jari saya menjadi besar banget, kalo nggak salah nomor 9 deh, weeewww..

Dengan hati riang gembira, cincin perak harga 75ribu saja saya pakai di jari manis saya. Suami saya lagi baik banget mau beliin hihi, padahal tadinya bilang nggak usah pakai cincin dulu saja sementara waktu. Tapi karena saya terus merengek (nasiiipp ya pak punya istri teguh pendirian) harus beli, akhirnya beli deeeh. Sampai melahirkan, saya masih pakai cincin tersebut sedangkan cincin kawin saya yang sebenarnya masih disimpan.

Lama-kelamaan jalan 1 bulan sejak saya melahirkan, berat badan saya pun turun drastis. Ini karena saya memang memberikan ASI Eksklusif kepada anak saya. Spontan berat saya turun drastis. Padahal udah kece-kece pas hamil agak berisi, sekarang kembali kerempeng. Tidak terkecuali tangan saya pun menipis kembali. Akibatnya, cincin yang saya pakai di jari manis pun sangat longgar, saya pindahkan ke jari tengah pun sangat longgar. 

Teringat cincin kawin saya yang asli, akhirnya saya keluarkan lagi. Harusnya muat lagi dooong kan udah langsing (baca : kurus) lagi. Saya mengambil cincin kawin saya dan kembali memasangkan pada jari manis. Tapi oh tapiiiii... Ketika saya mencoba memasukannya ke dalam jari manis, baru satu buku jari sudah stuck. NGGAK MUAT DOOOOOOONG!!

Oh men, walaupun berat turun drastis, ternyata jari tangan tidak kembali seperti sebelum menikah. Sedikit melar ya. Kalau kata ibu saya, harusnya saat membeli cincin kawin itu dicoba di jari tengah dulu, dan gak papa kalau sedikit longgar saat pertama kali, karena nanti akan pas dengan sendirinya (dengan kata lain abis nikah bakal gendutan). 

Well done well done, sekarang saya dilema. Pakai cincin kawin beneran gak bisa karena sudah kekecilan, pakai cincin perak ala-ala jaman hamil kegedean. Apakah ini artinya Ama harus dibeliin cincin baru lagi, Apak? *kedip kedip kelilipan ke suami.

Noni Halimi

No comments:

Post a Comment