Sore hari saya dan Putro berencana akan ngabuburit di Masjid Ukhuwah Islamiyah (UI), satu-satunya Masjid besar milik Universitas Indonesia. Biasa, setiap kali masuk UI kami pasti akan keliling satu putaran kampus, menikmati udara sejuk, pohon rindang dan suasana kampus kami dulu. Entah karena saat itu udara mendung jelang hujan, lebih dingin dari biasanya, maka kami malah tertarik untuk melakukan satu kali putaran lagi dengan rute dalam. Biasanya kami hanya lewat jalur bus kuning, namun kali itu kami masuk Rektorat, Menara Air, Perpustakaan Pusat, Pusgiwa dan Stadion hingga berakhir di tujuan kami yaitu Masjid UI.
Adzan Ashar sudah berkumandang, kami bergegas masuk Masjid untuk menunaikan Shalat Ashar. Lepas Shalat, kami duduk di kanopi kantin depan Masjid UI. Dulu memang belum ada kantin, sekarang sudah dibangun kantin untuk membeli makanan dan minuman. Padahal itu persoalan saya dan rekan-rekan di kampus masa kuliah dulu. Kami suka main ke Masjid UI dalam waktu yang cukup lama, tak jarang suka kelaparan. Namun lucunya di Masjid UI tidak ada yang jual makanan satu pun, sampai kami harus balik lagi ke Fakultas Hukum untuk jajan. Pernah kami terlontar ide, kalau saja di Masjid UI ini kita bikin kantin, pasti laku keras. Bisa jadi pemasukan juga untuk Masjid kan. Rupanya harapan kami sudah direalisasikan oleh pihak Masjid. Sekarang sudah dibangun kantin beneran heheehee.
Duduk di kantin tanpa makanan (karena lagi puasa) sambil memandangi danau yang penuh dengan orang yang memancing ikan menjadi pemandangan ngabuburit yang cukup asyik. Memang sih di danau rektorat ada ikannya, cuma yaaaa....masa lagi hujan-hujan tetap mancing? Mereka tidak bergerak lagi lokasi. Mereka tenang saja mancing seolah tidak hujan. Ada beberapa yang mancing pakai jas hujan namun sisanya seolah cerah berawan saja, tanpa menggunakan payung, jas hujan, atau perangkat anti hujan lainnya. Dibiarkannya saja air hujan mengguyur baju mereka. Kalau kata Putro, itu namanya sudah kecanduan mancing, apa pun bisa tidak dihiraukan demi mancing ikan. Astaghfirullah.
Ngobrol dari mulai Islam, pemilu, kantor, rumah, semuannya. Dari mulai hal penting sampai hal yang gak penting untuk diobrolin. Kami menamakannya ngabubundut. Ngobrol ngalor ngidul saat ngabuburit oleh dua gundut. Nggak jelas apa yang dicurhatin dan diobrolin, hanya berbagi cerita dan lelah saja *preeett.
Tidak terasa Adzan Maghrib berkumandang, saya bergegas pesan siomay untuk buka puasa. Putro yang awalnya tidak mau pesan siomay eh malah ikutan saya. Tadinya dia cuma mau buka puasa pakai teh dan kurma yang kami bawa, eh berubah pikiran. Gundut. Namanya juga ngabubundut, katanya.
Adzan Ashar sudah berkumandang, kami bergegas masuk Masjid untuk menunaikan Shalat Ashar. Lepas Shalat, kami duduk di kanopi kantin depan Masjid UI. Dulu memang belum ada kantin, sekarang sudah dibangun kantin untuk membeli makanan dan minuman. Padahal itu persoalan saya dan rekan-rekan di kampus masa kuliah dulu. Kami suka main ke Masjid UI dalam waktu yang cukup lama, tak jarang suka kelaparan. Namun lucunya di Masjid UI tidak ada yang jual makanan satu pun, sampai kami harus balik lagi ke Fakultas Hukum untuk jajan. Pernah kami terlontar ide, kalau saja di Masjid UI ini kita bikin kantin, pasti laku keras. Bisa jadi pemasukan juga untuk Masjid kan. Rupanya harapan kami sudah direalisasikan oleh pihak Masjid. Sekarang sudah dibangun kantin beneran heheehee.
Duduk di kantin tanpa makanan (karena lagi puasa) sambil memandangi danau yang penuh dengan orang yang memancing ikan menjadi pemandangan ngabuburit yang cukup asyik. Memang sih di danau rektorat ada ikannya, cuma yaaaa....masa lagi hujan-hujan tetap mancing? Mereka tidak bergerak lagi lokasi. Mereka tenang saja mancing seolah tidak hujan. Ada beberapa yang mancing pakai jas hujan namun sisanya seolah cerah berawan saja, tanpa menggunakan payung, jas hujan, atau perangkat anti hujan lainnya. Dibiarkannya saja air hujan mengguyur baju mereka. Kalau kata Putro, itu namanya sudah kecanduan mancing, apa pun bisa tidak dihiraukan demi mancing ikan. Astaghfirullah.
Ngobrol dari mulai Islam, pemilu, kantor, rumah, semuannya. Dari mulai hal penting sampai hal yang gak penting untuk diobrolin. Kami menamakannya ngabubundut. Ngobrol ngalor ngidul saat ngabuburit oleh dua gundut. Nggak jelas apa yang dicurhatin dan diobrolin, hanya berbagi cerita dan lelah saja *preeett.
Tidak terasa Adzan Maghrib berkumandang, saya bergegas pesan siomay untuk buka puasa. Putro yang awalnya tidak mau pesan siomay eh malah ikutan saya. Tadinya dia cuma mau buka puasa pakai teh dan kurma yang kami bawa, eh berubah pikiran. Gundut. Namanya juga ngabubundut, katanya.
Siomay dadakan untuk buka puasa |
Lanjut Fish n Co |
Fish n Co |
No comments:
Post a Comment