Alarm HP berbunyi dan kami bertiga masih belum ada yang beranjak dari tempat tidur. Hari itu adalah hari pertama kami akan memulai our wonderful journey. Saya serta dua orang rekan dekat saya yakni Ampi dan Febi akan menggembel di Singapura dan Batam selama beberapa hari. Ide awalnya adalah ketika mereka ingin mencari tiket murah ke luar negeri, kemudian meminta saya untuk mencarikan. Awalnya kami berencana ingin ke Bangkok, namun apa daya tiket murahnya kehabisan terus di Air Asia, kemudian ke Singapura juga kehabisan. Tak habis akal, kebetulan ada promo Citilink untuk penerbangan domestik. Mata kami tertuju pada tujuan Jakarta-Batam-Jakarta, maka dipilihlah rute tersebut dengan harga tiket 420rb PP.
Saya sempat berpikir ulang untuk membelinya. Untuk tiket seharga sekian dengan Air Asia promo seharusnya bisa dapat rute Jakarta-Singapore-Jakarta. Kalau melalui Batam, akan mengeluarkan cost ferry untuk menyeberang dari Batam ke Singapura, tentunya memakan budget yang lebih mahal. Namun hal tsb tidak saya indahkan, dengan pikiran saya kali kedua ke Singapura kenapa tidak mencoba rute yang berbeda, saya ingin mencoba ke Singapura melalui jalur air. Kalo kata Bapak, menambah ilmu. Sebelumnya saya memang sudah pernah ke Singapura yang saat itu kali pertama saya travelling ke luar negeri. Saya mengambil rute Jakarta menuju Kuala Lumpur, kemudian ke Singapura melalui jalan darat dengan bus SBS Transit Johor Bahru – Singapore.
Kembali lagi ke suara alarm yang sanggat mengganggu. Rasanya baru sedetik saya memejamkan mata. Maklum, saya dan Febi baru tiba di rumah Ampi yanng berada di bilangan Ciledug pada pukul 11 malam, dan kami baru memejamkan mata pukul 2 pagi. Saat ini pukul setengah 4 pagi alarm sudah berisik membangunkan kami. Namun demi perjalanan yang berilmu ini, kami harus semangat. Air dan udara dingin pun tidak membuat semangat kami layu. Kami berangkat menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta dan berhenti di terminal 1C untuk keberangkatan pesawat Citilink menuju Batam. Sesampainya di bandara tepat pukul setengah 5 pagi, kami pun menunaikan Shalat Shubuh terlebih dahulu. Pesawat kami take off pukul 6.15, sehingga setidaknya kami sudah harus check in pukul 5 pagi. Lumayan pagi bener yeeeee....
Dalam perjalanan kami nanti, saya bertindak sebagai navigator perjalanan. Bisa-bisanya mereka mempercayakan tugas ini ke saya, hahaha! Tapi, jujur, saya dari dulu memang senang menjadi navigator disetiap perjalanan, baik ke tempat yang sudah pernah dikunjungi maupun yang belum pernah dikunjungi. Entah mengapa, mungkin jiwa sotoy saya yang mendarah daging, saya percaya gak ada yang namanya nyasar. Nyasar itu hanyalah memutar perjalanan lebih jauh untuk mendapatkan ilmu yang baru, hehehhee. ada hikmah di setiap perjalanan yang telah saya lalui. Demi mengemban tugas yang mengasyikan itu sebelum perjalanan saya membuat itinerary perjalanan, membuka lebar-lebar peta Singapura dan calculating budget.
Dalam perjalanan pertama kali ke Singapura bulan November lalu, yang bertindak sebagai navigator utama adalah rekan saya, sedangkan saya sebagai navigator tambahan dan bendahara. Selama perjalanan, saya berusaha merekam penjuru tempat dan lokasi Singapura dalam satu kali waktu. Ini adalah ajaran Bapak saya. Ketika kamu melakukan sebuah perjalanan, pergunakan mata, telinga, mulut dan memori dengan sebaik-baiknya, rekam semuanya dalam otak. Sehingga ketika kali kedua kamu menuju tempat tersebut kamu masih ingat. and it works for me. Saya biasanya paham ke lokasi yg sudah pernah saya kunjungi sebelumnya walaupun hanya pernah satu kali ke sana.Tugas Bendahara dan Akuntan perjalanan diserahkan kepada Febi karena dia sangat teliti dan mudah sekali menghafal pengeluaran yang dipakai. Sedangkan tugasnya Ampi adalah sebagai time keeper yang mengingatkan kita untuk strict to the rundown.
Pesawat kami pun melaju dan dengan gagahnya mendarat mulus di bandara Internasional Hang Nadim Batam. Saat itu menunjukkan pukul 09.15, kami tidak langsung naik taxi ke pelabuhan karena saya berniat untuk membeli tiket ferry di bandara Internasional Hang Nadim, katanya sih ada diskon kalo beli di sana. Dan benar, kami mendapatkan tiket PP via Batam Center/Sekupang dengan harga $30 ($17 untuk harga tiket PP, $7 untuk port tax di Pelabuhan Batam Center/Sekupang dan $6 port tax di Harbourfront yang di bayar pada saat akan berangkat naik ferry). Ferry yang kami tumpangi adalah Batam Fast. setelah membeli tiket seharga $17 x 3 = $51 kami pun mencari taxi di depan bandara. Pembayaran tiket ferry tadi bisa dengan rupiah atau dengan dollar Singapura loh (red. penulisan $ maksudnya mata uang dollar Singapura yang kita kenal dengan SGD).
Tiket Batam Fast via Batam Center / Sekupang |
Saya memilih pelabuhan Batam Center untuk perjalanan kami ke Singapura karena waktu tempuh dari Bandara Internasional Hang Nadim ke Batam Center lebih dekat ketimbang pelabuhan Sekupang. Sebelum memesan taxi, kami sempat mengobrol dulu dengan Bapak separuh baya petugas Bandara yang baik hati. Saya lupa nama Bapaknya yang pasti asalnya dari Jawa Tengah. Kata Bapak yang saya lupa namanya itu, harga taxi dari bandara menuju Batam Center adalah Rp.70.000-Rp.80.000. Memang lucunya di Batam ini rata-rata taxi tidak menggunakan argo, namun langsung tembak harga. Begitu pesan taxi, kami langsung ditawarkan harga Rp.70.000, tanpa tawar menawar harga lagi, karena kami sudah diberitahu range harga taxinya oleh Bapak yang saya lupa namanya tadi di Bandara.
Sampai di Pelabuhan Batam Center pukul 10.30, hanya setengah jam perjalanan kami. Sebelum check in, kami sempatkan untuk membeli roti untuk pengganjal perut, karena bisa dipastikan kami di Singapur nanti akan kelaparan siang-siang dan cacing-cacing sudah pada protes. Setelah itu kami check in di counter Batam Fast yang berada di lantai 2, bersamaan dengan membayar port tax. Beruntung kami check in untuk keberangkatan ferry pukul 11.00, tepat 10 menit lagi berangkat :D Ohya, ada yang menarik di Batam, karena memang benar-benar berseberangan dengan Singapura terlebih di pelabuhan, banyak toko makanan dan minuman yang menjual dengan mata uang dollar Singapura. Contohnya teh tarik $1 atau nasi lemak $3 dan sebagainya.
Kami menuju bagian imigrasi dan dengan cepat dan segera kami merapat ke ferry Batam Fast yang tak lama lagi akan berangkat. Tak lama menunggu, ferry pun melaju dengan cepat. Waktu tempuh ferry dari Batam Center menuju Harbourfront adalah 60 menit. Di tengah perjalanan, ferry kami berhenti, sambil bercanda saya bilang ini ferry lagi mau ngisi bensin, hahaha. Ternyata berhentinya ferry tersebut karena sudah berada di luar laut Indonesia, di sinilah batas teritoral laut Indonesia dan Singapura. Di area perbatasan ini sudah dijaga oleh polisi perbatasan. Memang tiap negara yang titik terluarnya bersinggunggan dengan negara lain, terutama di laut terdapat penetapan garis batas laut, untuk mempermudah aparat keamanan dalam melaksanakan tugas keselamatan pelayaran, karena terdapat kepastian hukum mengenai batas kedaulatan kedua negara (tetiba teringat mata kuliah Hukum Maritim, huek).
Police Coast Guard di laut perbatasan Singapura |
Saya melongok keluar dan tertuju pada sebuah kapal yang berada di sebelah ferry yang kami tumpangi. Kapal bertuliskan Police Coast Guard berisikan polisi-polisi perbatasan Singapura lengkap dengan atribut dan persenjataannya. Beberapa petugas kemudian masuk ke ferry kami dan berkeliling memastikan ferry tidak membawa barang mencurigakan atau berpenumpang mencurigakan. Selayaknya petugas imigrasi yang gak murah senyum apalagi ini polisi perbatasan lebih-lebih lagi gak ada senyumnya hehe. Lepas memeriksa, kemudian ferry kami diizinkan untuk melanjutkan perjalanan. Kami sudah memasuki wilayah Singapura, dan seketika roaming pun dimulai hahahhaa, begitu sampai wajib cari kartu dulu ini sih.
Ferry kami merapat pukul 13.00 waktu Singapura, kalau di Jakarta sih baru pukul 12.00 WIB. Kami sampai di Harbourfront dan akan melanjutkan ke Sentosa Island, namun ditengah jalan saya menuju Vivo City, ternyata sudah mendung. Saya sih berharap hujan salju, tapi apa daya yang turun hujan air juga (ya iyalaaaahhh). Segera saya puter otak untuk ganti itinerary. Ya beginilah kalau jalan-jalan, kalau kondisi tidak memungkinkan segera ganti ke Plan B, rombak itinerary dadakan. Kami tidak melanjutkan ke Sentosa, namun langsung ke Bugis yakni ke ABC Backpackers Hostel. Kami naik MRT dari Harbourfront (MRT arah Punggol) transit di Outram Park dan melanjutkan ke Bugis (MRT arah Pasir Ris). Sesampainya di Bugis, ternyata saya baru menyadari MRT Bugis tepat di depan Bugis + dan Bugis Street, hahahha! Waktu saya pertama kali berjalan kaki nyasar di Singapura oleh rekan saya agak muter-muter sampe gak kebayang itu dimana. Namun kali kedua saya ke sana, saya langsung teringat tempat tersebut. Kebetulan peta Singapura sudah sedikit saya hafalkan, untungnya negaranya kecil dan sangat banyak petunjuk di setiap sudut, “gak mungkin nyasar” pikir saya.
Kami berjalan mencari Jalan Kubor lokasinya ABC Backpacker Hostel, di tengah perjalanan kami melihat Mesjid Sultan. wah gak jauh dari sini nih lokasinya ABC Hostel, setelah memang benar, tak jauh dari sana kami menemukan Jl Kubor dan ABC Backpacker Hostel, yatta!! Sampai di sana saya bilang kalau sudah membooking 1 private room for 3 paks via email (tak lupa saya print bukti pemesanan dan reply2an email saya dengan pegawai ABC Hostel), kemudian pegawai ABC Backpackers pun menyebutkan nama saya, dan nama saya sudah ada di daftar pemesan. Memang saya memesan kamar dengan nama saya. Harga private room 3 orang untuk 4 hari 3 malam seharga $255 ($85 per malam). Pembayaran dilakukan 2 kali. Pembayaran pertama di lakukan 1x24 jam setelah booking online. Saya membayar Rp.1.020.000 ke rekening BCA milik crew ABC Hostel (mereka punya rekening BCA Indonesia untuk memudahkan orang Indonesia yang ingin menginap). Memang sepengetahuan saya, hostel ini memang banyak dikunjungi dan direkomendasikan oleh backpackers asal Indonesia. Nah, sisanya $127.5 di bayar on the spot pada saat kami tiba di lokasi hostel. Oh ya, tak lupa kami memberikan deposit sebesar masing-masing $10 untuk handuk, kunci dan welcoming drink di ABC Backpackers Hostel, yang akan dikembalikan pada saat kami check out. Saat saya menginap di Singapura kali pertama November silam, saya menginap di Fernloft Hostel di Jalan Besar, Little India. Harganya cukup lumayan, tempatnya bersih namun lokasinya kurang strategis. Kali ini pilihan saya sangat tepat, lokasi ABC Backpackers Hostel ini sangat strategis dan dekat dengan MRT Bugis.
Masjid Sultan di Area Arab Street |
Kami melepas lelah sejenak, Shalat Dzuhur dan Ashar di jama', minum, dan merapihkan sedikit kamar. Rundown kami selanjutnya adalah ke Mustafa Center yang berada di bilangan Little India. Tadinya saya ingin menyusuri dan memutar area Little India dengan melalui Sungei Road, lewat Masjid Abdul Gafoor, Dunlop Street, Serangoon Road dan berakhir di Mustafa Center. Namun apa daya, lumayan jauh juga kalau memutar, akhirnya kami memilih jalur tercepat dan hanya melewati Ronchor Canal Road dan menyusuri Syed Alwi Road, tinggal luruuuuuuus aja :D Akhirnya sampailah kami di Mustafa Center. Sejujurnya saya masih trauma dengan Mustafa Center dengan aroma khas rempah India yang bikin mual. Namun demi memperkenalkan Mustafa Center kepada dua rekan saya ini, saya pun memasukkan Mustafa Center ke itinerary. Sebelum berangkat ke Mustafa Center, kami sempatkan untuk ke 7Eleven dekat hostel untuk membeli Sing-Tel, simcard yang akan kami pakai selama kami tinggal di Singapur. Harga kartu perdana tersebut adalah $10 dengan balance due sebesar $7. Untuk paket Blackberry selama 5 hari menghabiskan $5, masih ada sisa $2 untuk sms ke Indonesia hehehe. Belajar dari pengalaman sebelumnya, rekan saya pernah hilang di Mustafa Center dan paket Blackberry kami mati semua, belum beli simcard Singapura. Mateeekkk lah!
Mustafa Center adalah Supermarket besar 24 jam yang isi pegawainya etnis India semua hehehehe. Mustafa Center menjual seabrek produk yang rasanya sih ini supermarket one stop shopping. Mulai dari elektronik, souvenir, parfum, alat kosmetik, makanan, minuman, cokelat, obat-obatan, aaah pusing kalo disebutin satu-satu, buanyak bener pokoknya, sampe lupa deh jualan apa aja di sana *loh* Karena familiar dengan produk dan dijual di sana, sering kali kami iseng untuk menconvert harga ke dalam rupiah dan membandingkan dengan harga di Indonesia. dan wow banyak produk yang harganya jauh lebih mahal ketimbang di Indonesia. Namun kami menemukan juga harga-harga yang memang sama bahkan lebih murah, yakni produk susu dan cokelat.
Mustafa Center ini punya banyak pintu masuk/keluar, dan terdiri dari dua gedung yang saling berhubungan satu sama lain. Aselik bakal nyasar dan muter-muter kalo gak segera mengingat ingat jalan keluar atau arah yang dilalui di dalam Mustafa Center. Berhubungan saya pernah muter-muter di Mustafa Center saat November lalu, kala itu rekan saya tiba-tiba menghilang dan positif saya dan rekan saya yg satu lalu muteeeeeeerin isi Mustafa Center berkali-kali, mana belum beli simcard, gak ada alat komunikasi satu pun. Pelajaran hidup ya, hikmahnya saya jadi cukup hafal dengan isi Mustafa Center yang njelimet itu :D
Setelah belanja secukupnya, kami keluar dari Mustafa Center dan ternyata sudah gelap. Sesaat kami keluar tetiba sadar, loh kami belum beli universal stop kontak dengan 3 colokan. Berbeda di Indonesia yang kebanyakan stop kontak 2, kalau di Singapura dan Malaysia siap-siap dengan colokan 3. Di rumah saya gak ada dan memang saya merencanakan untuk membelinya di Mustafa Center. Karena pentingnya stop kontak tersebut, saya dan Ampi bergegas masuk lagi ke Mustafa Center dan bergegas cepat, setelah menemukan stop kontak seharga $4.2 kami langsung keluar Mustafa Center dan menyusul Febi.
Tak terasa perut kami keroncongan, bok belom makan siang. Kami pun merapat di Restoran Arab di depan Mustafa, yakni Raj Restaurant. Kami memesan Nasi Briyani dan Nasi Goreng Ayam serta 2 Teh O dah Teh O Mocca. Pesan untuk budget traveller jika makan di suatu tempat, pesanlah dulu 1 jenis makanan untuk di makan bersama-sama. Mengapa seperti itu? Karena kita tidak tahu rasa dan porsi makanan tersebut, ingatlah ini di negara orang, belum tentu seleranya sama dengan lidah kita. Setahu saya memang porsi Nasi Briyani rata-rata jumbo. Kami melahap 1 porsi briyani bertiga, kemudian kami pesan lagi nasi goreng dan kami habiskan bersama. Total makan kami hari itu $15.
Setelah kenyang dengan makanan tadi, kami pulang menuju Hostel. Jalanan sudah agak gelap, saya mengerahkan ingatan saya untuk kembali ke jalan Syed Alwi Road. Lokasi Raj Restaurant kebetulan tidak dekat dengan pintu masuk pertama kami datang tadi sore. Pulangnya kami melewati seberang Jalan Kubor, sudah sepi. Saat melewati seberang Jalan Kubor yang sepi dan banyak pohon besar gelap, tetiba saya teringat dengan pool bis kuning di dekat menara air UI. Persis banget, seremnya, gelapnya dan suasananya. Namun berhubungan rame-rame, jadi obrolan serem-serem malah jadi becandaan. Sampai di Hostel kami berisirahat sambil urut-urut kaki, mempersiapkan energi untuk tracking esok pagi yang lebih bersemangat.
No comments:
Post a Comment