“Refleksi Hijrah : Menjadi Orangtua yang Lebih Bijak”
Oleh bapak Irwan Rinaldi (Pakar ke-Ayah-an)
Masjid Agung Al Hikmah Tanjungpinang.
Masjid Agung Al Hikmah Tanjungpinang.
Ada beberapa poin penting yang beliau bahas pada pertemuan itu :
✔ Jadilah suami istri yang kompak dalam menjalankan tugas menjadi orangtua. Bukan aliran Sumatra atau Jawa yang kita pakai dalam menjalankan fungsi sebagai orangtua, jadikanlah Islam sebagai gaya hidup dan panduan
✔ Perhatikan dua waktu penting anak.
Saat bangun tidur dan hendak tidur. Pastikan yang keluar dari lisan kita adalah kalimat thoyyibah. Bisa bacaan Al Qur’an, asmaul husna, atau kisah tentang Rasul dan para sahabat. Buka dan tutup hari anak dengan Allah dan RasulNya. Hasil penelitian mengatakan (silahkan dicari, pembicara menyebutkan hanya saya tidak mencatat),
Saat bangun tidur dan hendak tidur. Pastikan yang keluar dari lisan kita adalah kalimat thoyyibah. Bisa bacaan Al Qur’an, asmaul husna, atau kisah tentang Rasul dan para sahabat. Buka dan tutup hari anak dengan Allah dan RasulNya. Hasil penelitian mengatakan (silahkan dicari, pembicara menyebutkan hanya saya tidak mencatat),
Pada saat usia 0-3 tahun, anak-anak mampu mengingat hingga 1500 kata, bayangkan kalau ini dikonversikan ke kalimatullah, Al-Qur’an. Usia 0-10 tahun, ada juga yang mengatakan 0-15 tahun adalah masa-masa paling hebat! Maka tanamkan pada anak nilai-nilai baik! Anak-anak usia ini begitu peka dengan apa yang didengarnya. Ia akan mengingat apa yang didengarnya itu hingga 10 tahun lamanya.
Maka, sebelum anak tidur lelap, yaitu tidur dangkal, tanyakan padanya, apa yang paling berkesan baginya pada hari itu. Biasanya orang akan mengingat kalau tidak hal yang paling baik, pasti hal yang paling buruk. Bila misalnya, ia mengatakan, “tadi adek lempar kucing pakai batu.” Maka kita harus segera mengganti memorinya itu dengan kata-kata, “Allah dan RasulNya suka pada anak yang sayang pada binatang, besok tidak diulangi lagi ya dek.” Maka ketika kita mengatakan hal itu, maka memori jelek tergantikan dengan memori baik dan ini akan ia ingat 10 tahun ke depan.
Bila yang dia sampaikan adalah suatu hal yang baik, maka sokong dan kuatkan dengan mengatakan, “wah, hebat anak Bunda, Allah dan RasulNya pasti sayang sama adek.” Maka keesokannya ia akan cenderung mengulang perilaku baik tersebut. Begitulah pentingnya dua waktu ini, di jaga ya Ayah, Bunda..
O ya, tidak hanya ketika dua waktu itu,termasuk ketika anak menyusui, ajaklah ia berkomunikasi dengan kata-kata yang baik, gagetnya disimpen dulu ya Bun .
✔ Guru mengajarkan anak kita untuk bisa shalat, mengaji, puasa dan hal baik lainnya. Tapi belum tentu mereka membuat anak kita cinta shalat, mengaji dan puasa. Kitalah yang bisa melakukannya, insyaAllah.
Sebuah kisah, tentang seorang ayah yang shalat berjama’ah dengan anaknya di rumah. Lalu saat membaca al Fatihah, si ayah menangis. Usai shalat, si anak bertanya, “kenapa Ayah menangis pas baca al Fatihah tadi?” sang Ayah menjawab, “iya nak, kalimat Ar Rahman itu sungguh berat, ayah teringat dengan Abu Bakar, sahabat Rasulullah saw yang tersedu-sedu ketika mengucapkan kalimat itu, pegang air mata ayah ini nak, ayah rindu dengan Rasul....”
Bagaimana anak tak cinta shalat, mengaji, kalau ayah dan bundanya senantiasa berekspresi cinta ketika shalat dan mengaji
✔ Saat istri hamil tua, rajin-rajinlah suami mengelus perut istri (maaf, kulit bertemu kulit) sambil membacakan al Qur’an dan kalimat-kalimat thoyyibah. Bila sejak dalam kandungan anak sudah terbiasa mendengar bacaan Al Qur’an, maka kelak ketika ia lahir, tumbuh, dan berkembang, dan ia mendengar al Qur’an, ia tidak akan merasa asing lagi dan cenderung cepat menghafalkannya.
✔ Saat ini anak-anak banyak yang bersikap kebanci-bancian, bukan fisiknya, tapi mentalnya. Misal : Penakut. Ini disebabkan karena mereka kehilangan sosok ayah di tiga tempat : rumah, masjid, dan sekolah. Maka mari ayah, hadirlah sepenuhnya dalam hidup anak-anakmu
Orangtua cenderung untuk mati-matian berjuang ketika anak-anaknya mau ikut UN, masuk kuliah, tapi lupa dengan pendidikan pada usia awal mereka. Padahal pendidikan di usia awal itulah penentu sikap dan laku anak di usia dewasanya.
Tentu, banyak hal yang belum tertulis di sini. Semoga yang di atas cukup mewakili apa yang disampaikan oleh Pak Irwan. Sebagai penutup, beliau mengajak semua orangtua yang hadir, “mari kita menjadi orangtua baru bagi anak-anak kita, orangtua yang tidak asal-asalan dalam menjalankan tugasnya sebagai orangtua. ingat, anak adalah aset kita, Teruslah belajar!”
Notulensi, Siti Maulina
No comments:
Post a Comment