Siang hari puanas pol saya memilih tidak keluar rumah, kebetulan ada Mbak Wiwin Kakak Ipar saya di rumah. Kami mengobrol random di kamar, sambil ngadem. Ngomongin permainan anak jaman dulu vs permainan anak jaman sekarang.
Entah mengapa kalau lihat anak jaman sekarang bermain, miris sekali. Rasanya terlalu individualis, tidak sekreatif anak jaman dulu, rentan manja dan gadget-colic. Anak jaman sekarang lebih senang main sama gadgetnya, nunduk dan tak peduli sama lingkungan sekitar. Lebih senang duduk berlama-lama di depan komputer untuk browsing dan mencari hiburan serta bermain. Rasanya sayang semua yang dibutuhkan anak pindah ke alat elektronik kotak itu.
Syedddiiihhh..
Kalau ingat saya jaman dulu, sangat berbeda sekali. Waktu di mana rumah-rumah tidak sebagus sekarang, yang punya motor bisa dihitung pakai jari, apalagi yang punya mobil. Suasana jalan raya belum seramai sekarang, masih banyak tanah merah, masih banyak tanah lapang untuk tempat bermain anak. Masih banyak tanaman-tanaman hijau yang tumbuh di kiri kanan jalan. Masih banyak pohon-pohon besar yang memayungi kami bermain di bawahnya.
Rinduuu..
Dulu waktu saya kecil, saya selalu diperbolehkan untuk main di luar oleh orang tua saya. Tempat bermain saya dan teman-teman ada di depan rumah. Tanah petakan cukup pas untuk bermain dikelilingi beberapa pohon rambutan Cipelat super manis dan pohon alpukat, adeeem bangettt. Kalau pas musim rambutan dan dipanen oleh Bapaknya tetangga saya, bocah-bocah baris nanti dibagi rambutan. Rambutan Cipelat ini super enak, rambutnya botak, cenderung tajam, isinya bulat sempurna, dan kalau dimakan ngelotok dagingnya, hingga sisa bijinya saja, tidak ada daging buah yang tersisa di biji. Yg masih warna kuning aja sudah manis luar biasa, gimana warna merah. Tak heran harga rambutan cipelat ini termahal di kelasnya. Kadang senengnya luaaaar biasa, ketika ga sengaja nemu rambutan merah matang yang jatuh. Mayaaan.. Rambutan gratis.
Tetangga saya ada beberapa yg punya rumah tinggal sendiri, tapi kebanyakan yang lain di rumah kontrakan petakan. Banyak anak-anak kecil yang hampir-hampir sebaya dengan saya. Range usianya ada yang sebaya atau beda 1 sampai 4 tahun. Jaman SD, saya biasa bermain siang hari sepulang sekolah sampai menjelang Ashar. Nah pulang ke rumah untuk mandi, lepas itu kadang masih ada yang main ke luar lagi dengan piyama yang udh kece sama bedak putih yang kentara banget cemong, pertanda ia bener-bener abis mandi, ga boong.
Main apa?
Kami generasi tahun 90an yang artinya lahir di tahun 80an, tidak pernah kehabisan ide permainan. Kalau anak cewe biasanya suka main karet. Rasanya ada yang kurang kalau anak cewe ga punya karet sendiri. Makanya saya buat juga sendiri, sengaja beli karet 1/4kilo hanya untuk dibuat pernainan karet. Beli karetnya yang warna hijau atau merah, bentuknya lebih besar dan lebih molor, jangan yang kuning. Bikinnya sampai pakai kaki segala buat penahannya loh. Kalau yang pernah bikin mungkin tahu. Tapi jangan salah, permainan karet ini bukan cuma untuk anak perempuan, anak laki-laki pun kadang ikutan. Dari tinggi semata kaki, dengkul, pinggang, dada, pundak, telinga, kepala hingga merdeka dengan tangan ke atas.
Main tap gunung, yang digambar di tanah pakai kapur papan tulis, bentuknya 3 kotak vertikal, 2 kotak horizontal, 1 kotak lagi vertikal, 2 kotak horizontal. Ditutup bagian paling atas gambar setengah lingkaran atau kita sebut dengan gunung. Batu gacoan kami menggunakan pecahan genteng atau pecahan keramik. Kami malah punya gacoan favorit, yang kalau dilempar enak sesuai dengan kemauan kami. Kalau anak tahun 90an pasti tahu nih cara main tap gunung.
Permainan lain yang super sering dimainkan adalah kasti dan petak umpet. Kalau kasti dimainkan sore hari menjelang mandi sore. Kami punya pemukul kasti sendiri, terbuat dari kayu yang dibikin sendiri lupa sama bapaknya siapa yah. Bola kasti pun punya untuk ramai-ramai. Untuk tiangnya kami menggunakan media berupa pohon. Base 1 pohon rambutan, base 2 pohon alpukat dan base 3 pohon coklat. Yang seru karena mainnya bukan di tanah lapang, jadi kalau mukulnya kencang sekali bisa terbang entah kemana. Kadang masuk halaman tetangga, masuk ke area kandang ayam tetangga juga, bola nyangkut di pohon (kalo ini yang lebih sering sih kok batminton, buat nuruninnya pake lempar raket supaya dahannya goyang) dan yang paling males kalau bola kastinya nyemplung ke kubangan got atau rawa-rawa disekitar tempat bermain kami. Aargghh.... Sumpah males banget, tapi tetap saja bola yang nyempung dan berlumuran itu diambil, digunakan buat gebok (istilah melempar bola ke badan lawan untuk mematikan). Malah makin seru! Soalnya lawan larinya makin ketakutan kena bola berlumur tanah rawa gambut gotttt 😂
Petak umpet juga suka kami mainkan, kadang suka ngumpet jauh banget sampe ke RT sebelah, ga heran lama kelar nge-gong-in. Selama adegan ngumpet sempet-sempetnya kami maen peletekan dulu. Tau peletekan? Itu tanaman yg berbunga warna ungu, dan buahnya panjang-panjang kalau sudah tua berwarna cokelat. Nah yang warna cokelat ini dicemplungin ke got atau saluran air, dan voilaaaa pletek pletek... Meledak kayak petasan. Pecah semua dan keluar isi biji-bijinya. Yang seru kalau lagi ngumpulin di tangan eh tangan kita keringetan, peletekannya meledak di tangan 😆
Mainan anak laki?
Layang-layang maksudnya? Ooh buat saya dan teman-teman, itu bukan mainan anak laki, itu mainan semua anak. Naik ke atas genteng untuk menaikkan layangan, kejar-kejaran rebutan layangan putus, atau sekedar kesayat benang gelasan yang tajam. Sudah makanan sehari-hari. Kalau lagi musim rambutan dan lagi main layangan, bagai peribahasa sambil menyelam minum air, kami main layangan sembari metikin buah rambutan yang selanjutnya dimakanin rame-rame. Belom bilang ke bapaknya yang punya pohon sih, cuma dibolehin sama anaknya yang punya, dia yang idein malah 😛😛
Gundu. Bukan cuma permainan laki-laki. Sungguh, jaman dulu kita ga maen gender. Semua permainan bisa dilakukan baik laki laki maupun perempuan. Bahkan gundu juga dimainkan oleh perempuan, termasuk saya. Senang sekali jaman dulu suka mengumpulkan gundu dengan berbagai versi. Ada gundu biasa, gundu susu, bahkan gundu emas. Bagaimana yah menjelaskannya, hehe. Intinya kita bermain adu gundu, kalau yang terkena gundu gacoan kita, gundu teman kita itu, kita ambil seperti tawanan. Hehe.
Mainan yang agak feminim?
Dulu saya juga suka main boneka ala-ala dari tangkai pohon pepaya sama temen-temen. Caranya tangkai pepaya yg ada bonggolnya dipotong sekitar 15 cm. Bagian bonggolnya dicutter bentuk lubang mulut dan digambar mata. Bagian ujung tangkai kecil yg bolong disumpel sama daun pepaya hingga tertutup sempurna. Mainannya mah sumpah jorok abis, main tanah. Jadi tanah dikasih air, sampai jadi bubur tanah, terus pakai sendok dari pelepah tangkai pepaya sisa, dimasukkan ke lubang mulut si boneka ala-ala tadi, ceritanya dia makan. Suapin terus sampe penuh sambil berimajenasi jadi emak-emak yang nyuapin anaknya. Ceritanya begitu. Setelah penuh sampai luber keluar dari mulut, maka saatnya sumpelan daun pepaya di tangkai bawah di lepas, dan keluarlah semua isi bubur tanah tadi, ceritanya... Hmmm itu lah 😂
Gak cuma suap-suapan. Saya juga suka masak-masakan. Dari iseng masak boongan yang ga bisa dimakan, sampe masak agak serius yang kayaknya sih bisa dimakan. Ngulek jahe, kunyit, lengkuas yang nyabut di halaman rumah, nyari pohon mangkok yg bentuk daunnya miriiip bgt kayak mangkok. Plusss nyari benalu yg nemplok di pohon, yang warnanya kuning, persis kayak mie kuning. Jadilah ceritanya masak mie kuning. Kadang iseng cuma pengen tahu, masak permen relaxa, ternyata bisa sampai lumerrr. Kalau masak yang agak bener, pernah masak sop-sop-an. Simpel, berhubung ga tau resepnya, jadilah ngasal. Ambil kaleng sarden kosong dari rumah, kasih minyak dikit, masukkan bawang merah dan bawang putih yang diiris-iris. Lalu masukkan air, cemplungin kentang sama wortel yang sudah dipotong2, dikit aja berhubung ngembat dari dapur emak, plus masukkan royco, garam dan gula. Tiba-tiba baunya jadi super enak mirip sop dan kami langsung bangga luar biasa berhasil masak sop (lebay abis). Dan akhirnya itu sop setengah kaleng sarden kita makan beneran 😂
Ga jauh dari adegang masak-masakan, saya dan tetangga-tetangga juga suka bakar singkong. Kebetulan tetangga, Ayahnya punya kebun singkong, alhasil kami bocah-bocah sering minta singkong. Setelah diperbolehkan, kami nyabut singkong sendiri, ini adegan super seru, maen tarik-tarikan batang singkong, pas keluar singkongnya jejingkrakan. Kalau ada singkong yg tertinggal di dalam tanah kita ambil juga *ga mau rugi. Setelah itu, singkong dicuci dari tanah2 yang menempel, sebagian menyiapkan api unggun. Jaman dulu mudah sekali cari kayu, tumpuk2, bakar, singkongnya dimasukkan di dalam api unggun kecil tadi. Kipas-kipas bergantian sampai kiranya sudah matang dengan kondisi permukaan singkong udh hitam legam namanya kena bara. Berebutan lah makan singkong hitam itu, belah jadi dua, kupas kulitnya pakai tangan dan nyam nyam.. Makan singkong sambil tangan cemong item-item.
Berburu
Bukan seperti jaman sekarang anak-anak berburu pokemon melalui smartphone masing-masing. Kalau jaman saya kecil saya dan teman-teman juga senang berburu, tapi bukan pokemon. Saya senang berburu semut hitam yang besar banget di lubang semut. Caranya karet gelang dapur digunting hingga bentuknya seperti tali. Masukkan di lubang rumah semut dan tunggu sampai karet gelangnya bergerak masuk ke dalam yang artinya ditarik semut. Begitu bergerak langsung ditarik keluar, syuuut berbarengan dengan semut hitam keluar juga. Abis itu ya dibiarin aja, mancing semut yang lain lagi. Rasanya puas saja setelah berhasil iseng ngeluarin semut. Kalau musim penghujan tiba saya dan tetangga suka mandi hujan. Iya, lebih lebat lebih oke. Kalau hujan lebat saya sama adik-adik bersoray sambil bilang ke Ibu "Mandi ujan ya bu." Setelah dapat ijin langsung berlarian ke luar basah kuyup main perosotan berlumpur. Eyuuhh.. Tak lupa kalau sudah mulai reda kami berburu cacing yang bergelimpangan. Maklum banyak tanah segar di sekitar rumah, jadi bakal banyak cacing kalau hujan tiba.
Selain itu kami juga suka berburu entung-entung, yakni ulat yang menempati daun pisang. Kalau melihat ujung daun pisang bergulung, kami senang bukan main, langsung ambil galah yang diikat pisau, potong ujung daunnya, buka gulungan daun berasa buka surat kerajaan, dan voilaaa.. Ada entung ulat yang nangkring. Bentuknya genduuuut, ada kepalanya bulet hitam, dan badannya berbalut putih seperti bedak. Biasanya langsung kami ambil terus taro di tangan, ulat pun bergerak uget-uget.
Tak lupa siang hari kami berburu dempetan. Jadi serangga ini mirip kepik, tapi bentuknya panjang berwarna orange. Serangga ini tidak menggigit, jadi bisa kami permainkan. Serangga ini biasanya ditemukan di tanaman tertentu, saya lupa nama tanamannya apa, yang jelas sejenis ilalang, cuma ada bunganya saja, dan sudah sulit dijumpai saat ini. Nah biasanya ada serangga orange itu, 2 serangga saling berdempetan satu sama lain, saling membelakangi. Karena itu kami menyebutnya "dempetan". Apa yang kami lakukan? Mengambil mereka dan melepas dempetannya hingga terpisah sendiri-sendiri, lalu diletakkan di tangan, kemudian dilepas. Sampai sekarang saya juga nggak tahu, kenapa serangga itu bisa jalan dempet-dempet begitu? Apa sedang kawin? Zzzz. Serangga lain yang kami buru adalah belalang, dari belalang hijau, cokelat, sampai belalang yang super duper besar punya kaki bergerigi tajam, cuma bisa ditangkap pakai kain, ga bisa pakai tangan kosong kalau ga mau luka.
Tidak semua teman saya pernah merasakan.
Iya, karena berteman dengan berbagai latar belakang kondisi ekonomi, banyak juga diantara mereka yang belum pernah merasakan berenang di kolam renang. Kebetulan di rumah saya ada kolam renang yang terbuat dari plastik yang bisa dipompa. Saya dan adik-adik saya mengajak bocah-bocah renang di halaman rumah saya. Halaman saya tidak besar, tp cukup lah buat naro kolem renang mini. Agenda renang tiap sore hari, rumah saya berasa penyewaan kolam renang tapi gratis hihi. Kolam diisi hampir penuh, dimasukan kaporit. Wuih rasanya kayak kolam renang sungguhan. Super ramaaaai bocah-bocah dari usia 2 tahun sampai 12 tahun datang bergantian. Numplek semua. Sampai akhirnya overload itu kolem plastik bocor. Bubaaar ga bisa dipake lagi. Tapi kami tidak habis ide, di halaman itu juga ada kolam ikan yang dibuat sama Bapak saya cukup dalam, sekitar 1 meter. Luasnya ga besar-besar banget paling 1x2,5meter. Dibikin kolam renang dadakan lagi men, diisi air plus kaporit, nyemplung lagi deh bocah-bocah se-RT 😂 Seruuuuu sekali.
Satu lagi yang saya rindukan soal masa kecil saya yang sekarang cukup sulit ditemukan pada zaman ini. Masih ada siih, tapi jarang. Yakni TPA dan jajanan jadul. Jaman dulu usia TK sampai SD sudah lazim sekali para orang tua memasukkan anak-anaknya ke TPA (Taman Pendidikan Al Quran), belajarnya di Masjid sama Kakak-kakak pengajar. Mereka sukarelawan, yang mengajarkan kami mengaji Iqro, kadang diajarkan juga nyanyian Islami anak-anak. Kami juga punya kartu TPA yang isinya record bacaan kami, Iqro berapa, halaman berapa, lanjut atau ulang. Kami mengaji biasanya menjelang sholat Ashar sekitar jam setengah 4 dan selesai pukul setengah 5. Rasanya seneng banget, apalagi kalau pulang bisa jajan 😋 Banyak abang-abang mangkal di depan mesjid, ada yang jual baju-bajuan bongkar pasang (yang sampe sekarang masih ada aja dengan model yang ga berubah), tukang arum manis, tukang gulali merah hijau yang bisa dibentuk macam-macam ya sikat gigi, dot, balon, kipas, excited banget pokoknya pas abangnya ngebentuk ini itu, padahal terkadang ditiup atau digepeng-gepengin pakai tangan, jaman dulu ga berasa jorok 😂 Dasar bocah. Kalau lewat warung ga kelar begitu aja, bisa beli anak mas, ichiban cokelat kotak yang isinya cairan berbagai rasa, permen karet warna warni, balon tiup sedotan, permen cicak dan lain sebagainya, semuanya bikin kangeeen...
Bener, memang tidak semuanya bisa dituliskan, tapi sekedar flashback saja, rasanya masa kecil kami generasi 90an lebih berwarna dan lebih kreatif. Berusaha bahagia dengan cara kami sendiri, dan dengan permainan ala kadarnya. Apa-apa bikin sendiri. Bayangin mau main mobil-mobilan aja bikin dulu dari kulit jeruk bali, mainan yang udah paling keren jaman dulu itu Kapal Otok-Otok di baskom yang baunya minyak tanah.
Aaahh sayang sekali anak jaman sekarang ga bisa ngerasain lagi, semoga banyak para orang tua yang mendidik anaknya lebih kreatif dengan banyak bermain yang simpel seperti jaman dulu, bukan sekedar kasih gadget. Semogaaa...
-Noni Halimi